Jejak Langkah Pendidikan Guru Penggerak
Oleh: Eko Mulyadi (Guru Penggerak Angkatan 5 Kota Yogyakarta)
SMK Negeri 3 Yogyakarta, Jl.W. Monginsidi 2 Yogyakarta
Pendahuluan
Setiap guru adalah penggerak bagi diri sendiri, murid-murid, bahkan lebih lagi bagi teman sejawat sesama guru, sekolah dan lebih luas lagi adalah bagi komunitas. Namun keabsahan guru penggerak perlu legalisasi sah dari program pendidikan guru penggerak yang diprakarsai oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset Dan Teknologi (Kemdikbudristek) melalui Balai Guru Penggerak atau Balai Besar Guru Penggerak.
Tidak banyak guru yang tertarik dengan tawaran program guru penggerak, meskipun berbagai upaya dari mulai sosialisasi, diseminasi, selebrasi bagi mereka yang sudah menyelesaikan Pendidikan Guru Penggerak (PGP) dari angkatan 1 sampai dengan angkatan 5 dari berbagai wilayah dengan pengukuhan ala wisuda.
Gebyar pengukuhan melalui media sosial , media cetak dan media elektronik belum dapat optimal menarik seluruh guru di Indonesia untuk mengikuti pendidikan guru penggerak. Meskipun tertarik namun dengan seleksi yang begitu ketat mulai dari admininstrasi, pengisian borang pertanyaan dalam SIM PKB, tes mengajar, wawancara sampai pengumuman kelulusan akan menghasilkan calon guru penggerak yang berkualitas.
Setelah dinyatakan lulus Calon Guru Penggerak (CGP), CGP akan didampingi oleh Pengajar Praktik yang langsung tatap muka atau luring ke sekolah CGP dan lokakarya, Fasilitator dengan pendampingan secara daring di LMS dan tatap muka sinkronus dengan menggunakan google meet , serta setiap modul dalam SIM PKB akan dipertajam oleh Instruktur secara daring yang diikuti oleh seluruh angkatan CGP.
Setidaknya CGP akan digembleng oleh Pengajar Praktik, Fasilitator dan Instruktur, sehingga isi modul betul-betul dikupas tuntas bersama mereka. CGP harus menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri terbimbing sesuai dengan deadline waktu yang ditentukan dan tidak boleh terlambat dalam mengumpulkan tugas karena konsekuensinya bisa tidak lulus apabila tugas diabaikan.
CGP dalam rentang waktu tertentu 6 bulan yang awalnya angkatan 1 sampai dengan angkatan 4 menyelesaikan 9 bulan, sedangkan angkatan 5 dan seterusnya menjadi 6 bulan dengan menyelesaikan 10 modul dalam SIM PKB. Modul yang harus diselesaikan adalah : 1) Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara; 2) Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak; 3) Visi Guru Penggerak; 4) Budaya Positif; 5) Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid; 6) Pembelajaran Sosial dan Emosional; 7) Coaching untuk Supervisi Akademik; 8) Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin; 9) Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya; dan 10) Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid.
Permendikbud No. 40 Tahun 2021 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, mempersyaratkan bahwa kepada sekolah memiliki Sertifikat Guru Penggerak. Namun tidak semata-mata iming-iming menjadi kepala sekolah. Beragam motivasi menjadi guru penggerak diantaranya menambah wawasan dan pengetahuan tentang isi kandungan guru peggerak, charge, update dan upgrade menjadi guru yang selalu menyenangkan dan berpihak kepada murid, menambah teman, saudara karena makin mengenal guru-guru yang mempunyai visi yang sama dalam memajukan pendidikan.
Berkumpulnya calon guru penggerak dalam komunitas akan saling berinteraksi untuk berbagi, sehingga hasilnya akan diimplementasikan di dalam kelas sehingga membuat murid-murid akan senang dan bahagia di dalam kelas oleh para guru penggerak. Apabila murid senang dan bahagia maka waktu pembelajaran tidak terasa bahkan kurang dan kurang. Murid betah akan proses pembelajaran bahkan selalu menantikan akan pembelajaran yang sangat menyenangkan.
Bergesernya paradigma tugas guru dari 7M yakni mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik , kini menjadi IMF akronim dari Inspirasi, Motivasi dan Fasilitasi. Berpihak pada murid sesuai ajaran Ki Hajar Dewantara, “menghamba” artinya bahwa murid sebagai subjek yang harus dimanusiakan dan diajak bicara sesuai keinginan dan mengawal bakat, minat dan potensinya untuk keselamatan dan kebahagiaan sebagai anggota masyarakat.
Implementasi Filosofi Ki Hajar Dewantara
Semenjak mengikuti Calon Guru Penggerak, banyak hal baru yang penulis dapatkan terutama inspirasi dari teman-teman CGP dalam kerja kelompok secara daring maupun luring, Praktik Pengajar pada lokakarya dan Pendampingan Individu, Instruktur yang mempertajam materi filosofi Ki Hajar Dewantara (KHD), serta berbagi pengalaman praktik baik tentang pendidikan pada elaborasi seluruh angkatan 5 di syncronous video konferensi Gmeet.
Secara lengkap dikupas tuntas tentang pendidikan yang digagas oleh KHD : Pertama, pendidikan harus disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman; kedua, pendidikan berpusat pada murid (student center); ketiga, anak terlahir mempunyai keunikan sendiri-sendiri , guru menuntun kekuatan kodrat yang dimiliki oleh anak sesuai minat, bakat dan potensinya; keempat, anak bukan seperti kertas kosong (tabula rasa), tetapi anak sudah mempunyai sifat-sifat alamiah kebaikan, guru tinggal menebalkan lakunya atau garis yang samar-samar pada diri anak supaya mempunyai budi pekerti yang baik; kelima, guru seperti petani yang harus merawat, menjaga, memelihara tanaman padi atau jagung agar kelak tumbuh sebagai padi/jagung yang berkualitas unggul sehingga bermanfaat untuk orang banyak, begitu pula dengan anak harus agar kelak menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur, cerdas dan terampil; keenam, guru menjadi pemimpin pembelajaran harus ing ngarso sung tulada, didepan memberikan contoh, ing madya mangun karsa, didalam membakar semangat, tut wuri handayani, dibelakang memotivasi; ketujuh, pendidikan menjadi taman-taman bermain yang menyenangkan bagi anak, sehingga tidak ada paksaan, tekanan, hukuman, guru menciptakan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak; dan kedelapan, tujuan dari pendidikan untuk memberikan keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat.
Perubahan-perubahan setelah mendalami filofosi KHD : pertama cara mengajar bisa menerapkan ice breaking misalkan diawali dengan yel-yel, semangat pagi, mana semangatmu, bagikan semangatmu, murid menjawab semangat pagi, ini semangatku sambil menepuk dadanya sendiri, nyoh…nyoh…yoh sambil melepaskan genggaman membuka jari-jarinya diberikan kepada teman-temannya. Bisa juga dalam pembentukan kelompok, semua murid berdiri kemudian bergerak melingkar berlawanan arah jarum jam (seperti tawaf), sambil bernyanyi lagu daerah (sosio kultural) misalkan gundul-gundul pacul, cublak-cublak suweng, lir ilir, setelah beberapa putaran guru mengatakan berhenti bentuk satu kelompok lima orang, hasilnya akan meriah semua siswa aktif. Ice breaking berikutnya siswa berdiri melingkar, kemudian menyusun kalimat dari mulai kata yang diberikan guru, misalkan dikaitkan pelajaran saya Proyek IPAS tentang energi, Guru memberikan kata ‘Energi”, guru menunjuk orang pertama Si Abel, Abel menjawab : Energi Listrik, selanjutnya Abel menunjuk Lia, Lia menambahkan : “Energi Listrik Matahari”, dan seterusnya Lia menunjuk teman yang lain sampai tersusun 5-6 kata menjadi kalimat.
Kedua, menjadikan siswa senang belajar setelah kelompok terbentuk melalui ice breaking, diberikan proyek membuat video kalau di mata pelajaran Proyek IPAS, adanya materi lembaga keuangan, murid dibagi 6 kelompok membuat video simulasi lembaga keuangan contoh aktifitas di Bank : Kelompok 1 dan 2, membuat video simulasi tentang cara membuka rekening di Bank, Kelompok 3 dan 4, membuat video tentang aktifitas pegadaian, cara mengadaikan barang, kelompok 5 dan 6, aktifitas koperasi, misalkan simulasi cara meminjam uang di koperasi. Dari mulai diskusi kelompok membuat skenario, presentasi hasil skenario, shooting ,editing sampai tayang, kemudian saling mengomentari hasil tayangan, akan menyenangkan bagi murd.
Ketiga, asesmen yang menyenangkan dengan aplikasi kahoot atau quiziz, guru membuat naskah di soal di kahoot, kemudian di kelas guru memberikan kode masuk kahoot, murid dengan hpnya masuk dengan kode tersebut, kemudian setelah seluruh siswa masuk, dimulai seluruh siswa mengerjakan dengan senang hati karena langsung terlihat berapa murid yang menjawab dengan benar dan salah, ada keseruan saat mengerjakan dengan kahoot, menarik, senang ,langsung akan terlihat disana hasil pekerjaanya.
Keempat, dengan menggerakan seluruh civitas sekolah yakni murid, guru dan karyawan. Kami meluncurkan program Gertimunmas, gerakan tiga puluh menit untuk membersihkan area sekolah yang dilaksanakan pada Jumat pagi dari pukul 06.45-07.15 WIB, kegiatan siswa membersihkan kaca, pintu, lantai kelas, halaman kelas laci-laci siswa dari sampah, disana ada gotong royong, bernalar kritis, beriman bertaqwa karena kebersihan sebagian dari iman, mandiri, kreatif, berkhebinekaan global seperti harapan menuju profil pelajar Pancasila.
Kelima, program Jampi Salit, jalinan menulis publikasi ilmiah semangat literasi, dengan mengadakan coaching mendatangkan expert dari praktisi jurnalis harian kedaulatan rakyat dan atau penulis handal, agar teman sejawat termotivasi untuk menulis di media koran, buku ber-ISBN, hasilnya hampir setiap mingguan ada teman sejawat masuk kolom opini atau pikiran pembaca Kedaulatan Rakyat, selain sebagai publikasi ilmiah juga bisa dinilaikan untuk angka kredit kenaikan pangkat pada publikasi ilmiah karena bagi ASN mulai pangkat III/b ke atas wajib punya publikasi ilmiah.
Keenam, program desiminasi hasil penelitian, kawan-kawan guru yang mempunyai hasil penelitian seperti best praktis, penelitian tindakan kelas, penelitian research and development, penelitian pengaruh, agar seminarkan dihadiri minimal 15 orang, 3 dari sekolah lain serta mengundang reviewer dari akademisi maupun praktisi agar mereview kelayakan hasil penelitian. Hasil Penelitian sebagai syarat untuk naik pangkat mulai golongan III/d ke atas.
Banyak inspirasi yang diperoleh dari teman-teman CGP, PP dan Instruktur, sehingga bisa langsung diterapkan terutama memerdekaan diri sendiri dan orang lain, anak/murid, teman sejawat, pengembangan bagi sekolah dan manajemen sekolah. Merdeka bathin dengan pendidikan, merdeka lahir dengan pengajaran. Mari senantiasa menjadi manusia merdeka yang growth mindset, selalu menerima perubahan dan merespon dengan cepat, semua aktifitas itu bermuara untuk murid, murid dan murid.
Visiku Menjadikan Murid Percaya Diri
Visi adalah arah, pandangan, target dan tujuan yang akan dicapai dengan ajaran Ki Hajar Dewantara yakni 3N Niteni, Niroke dan Nambahi serta prakarsa perubahan menggunakan dengan pisau alur BAGJA yakni Buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana dan Atur eksekusi.
Penulis mengibaratkan sebuah pohon yakni akarnya adalah alur Bagja – 5D ( Define, Discovery, Dream, Design, Deliver), batangnya adalah 3N- ATM (Amati, Tiru dan Modifikasi), dan daunnya adalah IA (Inkuiri Apresiatif) yaitu upaya perubahan positif yang melibatkan proses penyelidikan sistematis.
Visi saya sebagai guru penggerak adalah terwujudnya murid yang percaya diri dan kreatif sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila. Dengan mewujudkan dalam pembelajaran murid aktif, pembelajaran seperti taman bermain, ada yel-yel penyemangat, suasana senang ketika berdiskusi, percaya diri melalui presentasi, pembelajaran outing class, kolaborasi, saling memotivasi dan menginspirasi.
Imajiku murid masa depan akronim manggul bawal kepanjangannya yakni beriman, unggul, berwira usaha, berbudaya Yogyakarta, dan berwawasan lingkungan. Pertama, beriman dan bertaqwa, fokus pada kegiatan murid yang taat ibadah sesuai agama yang dianutnya, toleransi, mempertebal keimanan dengan pengajian bagi yang Muslim, retret bagi yang Kristen. Kedua, unggul dalam disiplin, patuh, taat peraturan dimanapun berada serta mengikuti berbagai ajang lomba akademik seperti Lomba Kompetensi Siswa (LKS), olimpiade bidang pelajaran dan non akademik bidang olahraga, seni dan sebagainya.
Ketiga, berwira usaha, melalui pembelajaran produk kreatif dan kewirausahaan, pelatihan-pelatihan siswa di asah berjiwa enterpreunership, mampu menjadi personal branding dan marketing. Keempat, berbudaya DIY, “uri-uri” kebudayaan dengan berpakaian gagrak Ngayogyakarta setiap Kamis Pahing, menghidupkan karawitan, seni tari khas Yogyakarta, ketoprak, geguritan dan gending-gending Jawa Yogyakarta.
Kelima berwawasan lingkungan, menaruh sampah pada tempatnya, menjaga kebersihan lingkungan dengan program Gertimunmas- Gerakan tiga puluh menit untuk membersihkan area sekolah, kegiatan setiap Jumat Pagi murid, guru dan karyawan, sebelum kegiatan belajar mengajar pada jam pertama.
Membudayakan Positif Lingkungan
Semua visi akan menjadi budaya positif di SMK N 3 Yogyakarta, dengan disiplin positif menebalkan laku murid pada nilai-nilai kebajikan universal. Mengimplementasikan teori kontrol dari Dr. William Glasser yakni Ilusi guru mengontrol murid, penguatan positif efektif dan bermanfaat, kritik dan membuat orang merasa bersalah, orang dewasa memiliki hak untuk memaksa.
Ada 3 motivasi perilaku manusia menurut Diane Gossen dalam Buku Restructuring School Decipline yaitu untuk menghindari ketidaknyamanan atau hukuman, untuk mendapatkan imbalan atau penghargaan dari orang lain, untuk menjadi orang yang mereka inginkan dan menghargai diri sendiri dengan nilai-nilai yang mereka percaya. Kalau menurut saya sebagi calon guru penggerak tidak terpengaruh oleh ketiganya, penanaman nilai kesadaran diri dan orang lain bahwa motivasi saya menjalankan amanah sebagai profesi guru serta didasari ibadah mengharap Ridha sang Illahi, bukan karena hukuman, penghargaan atau pujian orang lain. Semuanya itu hanya ekses dari kegiatan yang kita lakukan.
Keyakinan kelas terdiri dari dua model yaitu pertama model T terdiri dari hormat, kerja dan rasa diterima. Kedua model Y : terlihat, terdengar dan berperilaku. Semua model tersebut menumbuhkan kesadaran bagi murid dan guru, kalau ada perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai kebajikan universal maka diingatkan melalui keyakinan kelas. Sehingga tercipta suasana lingkungan yang aman, dan nyaman bagi murid dan guru atas keyakinan kelas tersebut.
Ada 5 kebutuhan dasar : bertahan hidup, kesenangan, penguasaan, kasih sayang, kebebasan. Kelimanya ada pada diri setiap insan, perhatian kelimanya akan menumbuhkan kebahagiaan utamanya bagi murid, sehingga pembelajaran akan bergairah dengan senantiasa memperhatikan kebutuhan dasar tersebut.
Guru penting dalam menggontrol murid sesuai dengan 5 posisi kontrol yakni penghukum, pembuat merasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer. Saya sebagai guru hampir pernah melakoni kelimanya hanya yang paling dominan sebagai teman, karena diera kini tentang pengetahuan sudah murid miliki dan dengan mudah bisa didapatkan melalui media digital, sehingga guru tinggal mendampingi seperti teman sharing saja. Sebagai pemantau dan manajer menginggatkan siswa utamanya pembentukan karakter dan budaya positif. Dalam menangani pelanggaran aturan pentingnya menerapkan segitiga restitusi. Segitiga resitusi adalah sebuah proses untuk menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka. Langkah-langkah segitiga rstitusi ada tiga yakni meyakinkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan.
Implementasi budaya positif ini saya merancang program pelkita kepanjangan dari pelangi kebajikan di tangga. Tahapan yang dilakukan adalah pertama, sosialisasi tentang budaya positif dan kebajikan universal kepada warga sekolah, dan manajemen; kedua, nilai-nilai kebajikan dituliskan di tangga-tangga yang ada di sekolah utamanya agar di baca oleh murid dan guru, sebagai bentuk internalisasi nilai-nilai kebajikan; ketiga, pemantauan dan testimoni kepada murid dan guru atas tulisan-tulisan kebajikan dan bentuk-bentuk perilaku kebajikan universal melalui wawancara atau angket dan keempat, laporan praktik baik budaya positif dipublikasikan melalui media cetak dan media elektronik agar bisa memotivasi, menginspirasi dan bermanfaat.
Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang mendukung kebutuhan semua murid, guru merespon dan mengakomodir kebutuhan tersebut. Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru memperhatikan kesiapan siswa (readiness), kemampuan awal bisa dilakukan dengan asesmen diagnostik non akademik contohnya kondisi sosial, budaya dan ekonomi murid, utamanya perasaan senang, bahagia, atau sedih. Bisa dengan asesmen awal akademik. Misalkan mau mempelajari makhluk hidup dan lingkungannya sudah sejauh mana murid belajar tentang ekosistem : simbiosis, jaring-jaring makanan, sehingga guru bisa melanjutkan, mempertajam atau mengembangkan. Kesiapan belajar diibaratkan equalizer : bersifat dasar-transformatif, konkrit-abstrak, sederhana-kompleks, terstruktur-terbuka, tergantung-mandiri, lambat-cepat.
Dilanjutkan minat belajar murid lebih kepada bidang yang ingin ditekuninya, bidang keahlian yang disenanginya, sehingga murid akan merasa bahagia dalam proses pembelajarannya. Guru juga mendalami profil murid tentang latar belakang, gaya belajar visual, auditori dan atau kinestetik. Dengan mengetahui diferensiasi murid maka guru bisa optimal dan berkreasi dalam mendukung pembelajaran mereka secara individu.
Diferensiasi lingkungan belajar dengan memperhatikan ergonomi : suhu, kelembaban, ventilasi, pencahayaan ruang kelas, setiap murid pasti kemauan berbeda-beda. Strategi mendiferensiasi konten : materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum dengan menyiapkan materi beragam bisa buku, poster, video, Tiktok, Instagram, artikel. Mendiferensiasi proses yakni memberikan pendampingan, membuat kelompok belajar, memberi kesempatan murid untuk memilih, memberikan pilihan kepada murid mau bekerja sambil berdiri atau duduk. Diferensiasi produk yaitu bukti bahwa murid telah memahami apa yang telah disampaikan, murid bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai konten inti dari materi, bisa lewat tulisan, diagram, demonstrasi, gambar.
Penilaian pembelajaran bisa dilakukan saat sebelum, proses maupun akhir, penilaian berkelanjutan. Saat pre tes juga bisa dilakukan untuk mengetahui keadaan awal murid dalam kemampuannya, penilaian terhadap proses atau formatif untuk lebih mengenal murid lebih baik tentang sikap, pengetahuan dan keterampilannya.
Diferensiasi bukan berarti bahwa guru harus dapat memenuhi kebutuhan semua individu setiap saat atau setiap waktu. Namun, guru memang diharapkan dapat menggunakan berbagai pendekatan belajar sehingga sebagian besar murid menemukan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Guru merespon dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan belajar murid.
Hipnotis Murid dengan PSE
Pembelajaran sosial emosional (PSE) berbasis kesadaran penuh (mindfulness) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah yang memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Tujuan PSE ada 5 kompetensi yakni kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
Penjabaran dari : 1) kesadaran diri dengan memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi; 2) manajemen diri dengan menetapkan dan mencapai tujuan positif; 3) kesadaran sosial yaitu merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain; 4) keterampilan berelasi dengan membangun dan mempertahankan hubungan yang positif; dan 5) membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Pencapaian pembelajaran sosial emosional, terdiri dari tiga yakni peningkatan Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE), lingkungan belajar yang supportif, peningkatan positif pada diri sendiri, respek dan toleran terhadap orang lain, dan lingkungan sekolah. Ketiganya untuk peningkatan perilaku positif, penurunan perilaku negatif, penurunan tingkat stress, peningkatan performa akademik murid.
Fakta yang terjadi murid yang berkembang secara sosial dan emosional, pada saat yang sama mereka pun berkembang secara akademik, mengabaikan pengembangan keterampilan sosial dan emosional akan membawa efek buruk secara akademik, pembelajaran sosial dan emosional harus diimplementasikan secara sengaja.
Implementasi PSE dilaksanakan di kelas/ sekolah, keluarga dan komunitas. KSE di kelas/sekolah dengan pengajaran eksplisit, terintegrasi dengan praktik mengajar guru dan kurikulum, penciptaan iklim kelas dan budaya sekolah, penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan. Dalam penguatan KSE pendidik dan tenaga kependidikan maka terlebih dahulu menjadi teladan, belajar dan berkolaborasi. Pembelajaran PSE untuk mencapai well-being (kesejahteraan psikologis).
Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin
Pengalaman mewawancarai dua Kepala Sekolah SMKN 3 Yogyakarta, Bujang Sabri dan Kepala Sekolah SMKN 4 Yogyakarta , Setyo Budi Sungkowo., tentang sebuah kasus.
Kasus : “Hari ini murid-murid kelas XI di SMK “X” senang sekali karena mereka akan melakukan studi Kunjungan Industri ke Jakarta, Bogor dan Bandung sebagai bagian program sekolah Kunjungan Industri (KI). Untuk mengikuti studi KI ini, setiap murid harus membayar biaya ekstra personal. Ada 7 murid yang belum membayar , oleh karena itu mereka tidak akan mengikuti studi kunjungan industri ini, salah satunya adalah Mario, seorang murid yang sangat cerdas, juara LKS, dan berprestasi. Murid-murid yang tidak bisa mengikuti studi lapangan sudah diberikan tugas pengganti oleh guru produktif, yaitu mencari industri di sekitar Yogya, yang secara substansi sama dengan tugas yang dilakukan murid-murid lain yang berstudi lapangan ke Jakarta Bandung”.
Ketika murid-murid sedang sibuk mempersiapkan diri untuk naik ke dalam bus pariwisata yang akan membawa mereka ke Jakarta Bandung, Ibu Reza, guru produktif sekaligus ketua panitia studi lapangan ini, melihat Mario datang ke sekolah bersama orangtuanya. Mario membawa ransel dan terlihat siap untuk bergabung dalam kegiatan ini. Orangtua Jony mengatakan pada Ibu Reza bahwa anaknya sangat ingin mengikuti kegiatan ini, dan memohon agar Mario diperbolehkan mengikutinya dan mereka berjanji akan membayar dengan cara mencicil. Ibu Reza bingung sekali dengan situasi tersebut. Akhirnya Ibu Reza pun mengajak orang tua Mario untuk bertemu dengan kepala sekolah.
Bila Anda berada dalam posisi Kepala Sekolah, apa yang akan Anda lakukan? Menurut peraturan, Mario tidak bisa mengikuti program studi Kunjungan Industri karena belum membayar biayanya, namun Kepala Sekoah sadar betul, kalau ia menerapkan peraturan itu, Mario akan sedih dan kecewa, karena ia sudah mempersiapkan diri dan sangat ingin mengikuti kegiatan, namun bila Kepala Sekolah memperbolehkan, bagaimana dengan murid lain yang juga belum membayar.
Hasil wawancara kedua Kepala Sekolah mengidentifikasi kasus tersebut yang merupakan contoh kasus dilema etika, bahwa Mario diberi kesempatan mengikuti Kunjungan Industri dengan kelonggaran waktu melunasi biaya ekstra dengan cara mencicil atau mengangsur. Kedua Kepala sekolah mempunyai jawaban serupa dari mulai langkah pengambilan keputusan, tidak perlunya tata kala pengambilan keputusan karena insidental, manajemen pengambilan keputusan dibantu para wakil kepala sekolah, pembelajaran yang dipetik adalah pengambilan keputusan yang mengedepankan murid agar bisa mendapatkan pelayanan pendidikan dengan baik.
Perasaan mendapatkan materi “Pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin” sangat senang, bahagia bercampur sedikit grogi karena harus mewawancari para Kepala Sekolah yang sangat sibuk pekerjaannya, sehingga harus melakukan janjiaan terlebih dahulu karena beliau harus meluangkan waktu sekitar 30 menit untuk diwawancarai. Kendala itu bisa diatasi, waktu sangatlah berharga meskipun hujan turun lebat namun Saya sebagai CGP harus mendapatkan hasil, dengan mewawancarai Kepala Sekolah SMKN 4 Yogyakarta yang jaraknya sekitar 10 Km dari SMKN 3 Yogyakarta.
Hal baru yang diperoleh dari Modul “Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin” adalah dalam seorang pemimpin dalam mengambil sebuah keputusan didasarkan pada 4 paradigma yakni individu melawan kelompok, keadilan melawan kasihan, kebenaran lawan kesetiaan dan jangka pendek melawan jangka panjang, 3 prinsip yaitu Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking) dan 9 langkah : 1)mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan, 2) Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini, 3) Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini, 4) Pengujian benar atau salah : Uji legal,uji regulasi/ Standar professional, Uji intuisi, uji publikasi, uji panutan/idola, 5) Pengujian paradigma benar lawan benar : 4 prinsip paradigm, 6) Melakukan prinsip resolusi, dengan 3 prinsip penyelesaian dilemma : berpikir berbasis hasil akhir, peraturan dan rasa peduli, 7) investigasi opsi trilemma, 2 pilihan dan 1 luar pilihan, 8) Buat keputusan dan 9) lihat lagi keputusan dan refleksikan.
Hal-hal positif terkait dengan Modul “ Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin” adalah (a) sebagai individu yakni 1)mengetahui tentang pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin; 2)dalam pengambilan keputusan tidak sekedar sesuai intuisi saja tetapi penuh pertimbangan yang lain; dan 3)dalam mengambil keputusan jadi terstruktur karena adanya acuan ini; (b) sebagai pemimpin yakni 1)dalam pengambilan keputusan sesuai 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah;2)setelah adanya acuan dari modul ini dalam mengambil keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin yang diharapkan bisa memuaskan semua pihak dan 3)keputusan yang diambil tetap didasarkan pada hasil rapat (musyawarah) namun tetap mengacu pada rumus 439.
Kendala, hambatan dan resiko dalam pengambilan keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan adalah Kendala yaitu 1)sinkronisasi waktu karena kesibukan; 2)komunikasi belum optimal; dan 3)keputusan masih berbasis kepentingan. Hambatan yaitu 1)ada pada peraturan yang harus ditaati; 2)komitmen terhadap hasil keputusan yang tidak ditaati dan 3)ketidakpuasan terhadap hasil keputusan. Resiko yakni : 1)keputusan tidak bisa memuaskan semua pihak; 2)komitmen hasil keputusan harus ditaati; dan 3)adanya sanksi bagi yang tidak taat dari hasil keputusan
Ide-ide yang muncul setelah mengalami peristiwa terdiri :1)pengambilan keputusan didasarkan pada 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah; 2)sering berlatih terhadap penanganan kasus-kasus di sekolah khususnya dan dunia pendidikan umumnya;3)pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama dengan staf unit lain di sekolah, tetap mengacu pada rumus 439; 4)membangun komunikasi yang baik dalam pengambilan keputusan bersama dalam pemecahan suatu masalah ;dan 5)memperkecil dampak dan resiko dalam pengambilan keputusan dengan testimoni kepada pihak yang bermasalah.
Pemimpin Dalam Pengelolaan Sumber Daya
Dalam mengambil sebuah keputusan maka seorang pemimpin harus memikirkan kekuatan asset (modal) dan kelemahan (deficit), pengelolaan sumber daya. Tujuannya adalah visi misi sekolah yang telah disepakati oleh warga sekolah. SMKN 3 Yogyakarta mempunyai visi sekolah yakni “Manggul Bawal” akronim dari Terwujudnya murid yang beriman, unggul, berjiwawirausaha, berbudaya, dan berwawasan Lingkungan.
Dalam mewujudkan visi misi sekolah didukung 7 aset sumber daya yakni : manusia (murid, guru, kepala sekolah, pengawas, kadinas, industri, orang tua/komite sekolah), Sosial (MGMP Sekolah, MGMP Kabupaten/Kota dll, RT,RW lingkungan sekitar), Lingkungan/Alam (cagar budaya, kalicode, tugu dsb), Fisik/Sarpras (ruangan, proyektor, laptop, pc dsb), Finansial (Pembiayaan yang dibutuhkan untuk melaksanakan program sekolah), Politik (Kebijakan pusat, daerah, kepala sekolah), agama-budaya (Kegiatan saling toleransi antar umat beragama di sekolah, pelaksaan bregodho, mertikalicode). Tujuh aset tersebut dalam rangka mewujudkan visi sekolah
Dengan mengoptimalkan 7 aset tersebut maka pemimpin adalam mengelola sumber daya manusia akan mudah, tinggal komunikasi, networking-jaringan, pemberdayaan (empowering) dan akan muncul pencerahan (enlightening).
Aset atau modal yang dikelola ini diharapkan bisa untuk memajukan kualitas layanan pendidikan sehingga mengantarkan murid dengan minat, nakat dan potensinya menjadi manusia yang seutuhnya memperolah derajat keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai diri sendiri dan anggota masyarakat.
Guru bertugas menuntun dan menebalkan laku murid, memfasilitasi dan mengelola sesuai kodrat alam dan zamannya.
Kesimpulan
Pendidikan dikembalikan kepada ruhnya yaitu filosofi Ki Hajar Dewantara bahwa setiap murid itu mempunyai minat, bakat dan potensi yang harus difasilitasi, dan dikembangkan. Peran guru sebagai among menuntun dan menebalkan laku murid dalam mengapai cita-cita yang diinginkannya.
Guru penggerak yang digembleng oleh Pengajar Praktik secara luring, Fasilitator dan Instruktur secara daring serta materi dengan 10 modul yaitu : 1) Refleksi Filosofis Pendidikan Nasional-Ki Hajar Dewantara; 2) Nilai-nilai dan Peran Guru Penggerak; 3) Visi Guru Penggerak; 4) Budaya Positif; 5) Pembelajaran untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid; 6) Pembelajaran Sosial dan Emosional; 7) Coaching untuk Supervisi Akademik; 8) Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin; 9) Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya; dan 10) Pengelolaan Program yang Berdampak Positif pada Murid.
Modul yang didalami baik secara teori, praktik maupun penugasan bisa diterapkan dalam pembelajaran yang berpusat pada murid, menyenangkan, memfasilitasi diferensiasi, coaching potensi, minat dan bakat murid.
Menjadi guru yang dirindukan oleh murid merupakan harapan besar. Pembelajaran yang menggembirakan, menyenangkan, menginspirasi, dan memotivasi akan mengantarkan murid-murid menjadi pribadi yang uggul, selamat dan bahagia setinggi-tingginya untuk menjadi dirinya sendiri dan anggota masyarakat. Semoga.