Home » ARTIKEL » artikelikm

Category Archives: artikelikm

Kewirausahaan sebagai Bekal Siswa Menjawab Tantangan Global

Oleh: Mita Septiana

Guru SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta

  1. PENDAHULUAN

Tantangan global saat ini mendesak seluruh dunia pendidikan untuk mempersiapkan bekal masa depan siswa menjadi generasi bertalenta. Maksud bertalenta disini adalah siswa sejak dini sudah dibekali dengan berbagai macam skill atau keterampilan. Sekolah mempunyai peran strategis untuk membekali lulusannya menjadi kreatif dan memiliki kecakapan hidup (life skill) (Noviani et al., 2022). Jawaban untuk menjawab berbagai tantangan global sebenarnya relevan dengan program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dengan diberlakukannya kurikulum merdeka yang didalamnya terdapat kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah pembelajaran lintas disiplin ilmu untuk mengamati dan memikirkan solusi terhadap permasalahan di lingkungan sekitarnya (Sufyadi et al., 2021). Konsep dari kurikulum merdeka atau merdeka belajar ini memberikan kebebasan kepada guru untuk memberikan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi sekolah dan karakteristik siswa di sekolah tersebut. Selain itu, kurikulum merdeka juga mengemas pembelajaran untuk memberikan pengalaman belajar siswa melalui berbagai kegiatan P5.

Kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila bertujuan untuk memberikan bekal pengalaman belajar siswa yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa di masa sekarang dan masa depan. Kegiatan P5 tersebut juga bertujuan untuk mewujudkan profil seorang pelajar Pancasila sehingga terbentuk enam dimensi dalam diri seorang pelajar Pancasila tersebut. Keenam dimensi tersebut adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif (Sufyadi et al., 2021).

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah merancang tujuh tema untuk diimplementasikan di sekolah untuk jenjang SMP. Ketujuh tema tersebut antara lain gaya hidup berkelanjutan, kearifan lokal, bhinneka tunggal ika, bangunlah jiwa dan raganya, suara demokrasi, rekayasa dan teknologi, dan kewirausahaan. Ketujuh tema tersebut boleh diterapkan semuanya di sekolah atau dapat juga memilih beberapa tema yang sesuai dengan karakteristik siswa di sekolah. Salah satu tema yang akan dibahas yaitu tema kewirausahaan. Alasan mengapa tema kewirausahaan dipilih karena tema tersebut telah diimplementasikan di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Selain itu, tema kewirausahaan relevan dengan tantangan global yang terjadi saat ini. Tantangan global ini mengharuskan siswa memiliki skill untuk bekal hidup siswa. Siswa diharapkan memiliki jiwa entrepreneur muda sejak dini. Hal tersebut dapat diwujudkan salah satunya melalui kegiatan projek kewirausahaan.

  • ISI

1. Implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Tema Kewirausahaan

Pembelajaran projek adalah metode pembelajaran yang menggunakan projek atau kegiatan sebagai media dilakukan dengan menyisipkan konsep inovatif dan kreativitas tinggi (Rahmani et al., 2023). Sebagai sekolah yang menerapkan kurikulum merdeka dengan konsep merdeka belajar, sudah selayaknya juga mengimplementasikan kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Kegiatan tersebut sebagai jalan untuk membentuk dan memperkuat karakter siswa yang didapatkan melalui kegiatan projek. Saat ini, pematangan karakter sangat dibutuhkan untuk menjawab tantangan global yang disertai krisis moral siswa. Krisis moral tersebut karena siswa tidak benar-benar mendapatkan penguatan karakter di sekolah maupun di rumah. Krisis moral juga salah satunya disebabkan oleh perkembangan teknologi yang semakin pesat dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kehidupan bermasyarakat. Masyarakat dimudahkan dalam berbagai hal, mulai dari berkomunikasi jarak jauh secara mudah, mengakses dan mencari informasi lebih cepat, dan sebagainya. Banyaknya tindakan kekerasan, kriminal, dan bullying pada siswa merupakan dampak negatif perkembangan digital yang semakin pesat. Dengan demikian, penguatan karakter siswa sangat penting diterapkan di sekolah agar terbentuk karakter siswa yang unggul dan bermoral yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan kewirausahaan terutama ditujukan untuk membekali siswa dengan kemampuan hidup yaitu menjadi mandiri dan mampu menghadapi perubahan yang sering terjadi. Hasilnya, penerapan P5  kewirausahaan memberikan dampak positif yaitu membentuk karakter dan perilaku siswa dalam berwirausaha, serta memungkinkan siswa memiliki pendekatan pembelajaran yang kritis dan individual (Fatah & Zumrotun, 2023). Kehidupan sehari-hari siswa di masa depan sangat relevan dengan apa yang diperoleh di masa kini, terutama dalam penanaman karakter siswa. Kegiatan projek dengan tema kewirausahaan sangat cocok diimplementasikan di masa kini, dimana kehidupan masa kini dari kalangan anak-anak pun sudah mulai berwirausaha kecil-kecilan, mulai dari menjajakan makanan ringan, minuman, hingga barang-barang kekinian. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila tema kewirausahaan diterapkan di sekolah untuk menjawab tantangan ekonomi global. Siswa diharapkan mendapatkan bekal menumbuhkan perekonomian keluarga untuk bertahan hidup di masa mendatang. Berwirausaha adalah salah satu cara untuk mengembangkan perekonomian.

Implementasi kegiatan projek tema kewirausahaan ini juga telah diterapkan di SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta. Dalam kegiatan projek tersebut, siswa diberi materi dari seorang wirausahawan muda tentang teknik-teknik berwirausaha mandiri. Selain teknik berwirausaha, materi lainnya yang dibelajarkan seperti cara mendesain label dan cara memasarkan secara offline ataupun online. Dalam kegiatan projek kewirausahaan, siswa tidak hanya mendapatkan materi atau teori tentang berwirausaha saja, akan tetapi, teknik-teknik pendukung kegiatan kewirausahaan yang juga sangat dibutuhkan juga dibelajarkan, terutama yang dapat mengembangkan karakter siswa. Skill atau ketrampilan lain yang harus dimiliki siswa yaitu cara mendesain produk, cara memasarkan produk, cara memulai berwirausaha mandiri, cara menghitung laba, serta praktik memperjualbelikan suatu dagangan.

Produk yang dikemas dengan bagus dan menarik menjadi daya tarik sendiri bagi masyarakat. Siswa pun harus dapat membuat desain kemasan yang menarik agar barang atau makanan yang dijual laku. Selain itu, cara memasarkan pun juga memiliki teknik khusus agar pembeli dapat tertarik untuk membeli. Setelah itu, siswa diajarkan untuk mempraktikkan cara membuat produk jual, menawarkan, dan memperjualbelikannya kepada pembeli melalui kegiatan pameran kewiruasahaan di sekolah. Siswa secara mandiri dan kreatif memanfaatkan modal kecil untuk membuat atau menjual kembali makanan, minuman, atau barang-barang bernilai jual. Makanan, minuman, dan barang-barang tersebut sebelum diperjualbelikan dalam market day diberi label hasil karya sendiri yang didesain menggunakan aplikasi canva sesuai yang telah diajarkan pemateri ketika kegiatan P5. Kegiatan market day siswa dilaksanakan pada hari terakhir kegiatan projek tema kewirausahaan selesai.

Praktik-praktik dan contoh kegiatan kewirausahaan sederhana tersebut memang cocok untuk anak usia SMP yang akan menginjak remaja. Siswa dapat mempraktikkan ilmu yang didapatkan dalam kegiatan projek tema kewirausahaan dalam kehidupan sehari-hari untuk memperjualbelikan makanan, minuman, maupun barang-barang yang bernilai jual. Hasilnya pun dapat menambah uang jajan atau tabungan siswa. Selain itu setelah melaksanakan kegiatan projek tema kewirausahaan, siswa SMP Muhammadiyah 10 Yogyakarta melanjutkan mengimplementasikan hasil kegiatan projek dengan cara menitipkan dagangan di kantin sekolah. Hal-hal seperti itu dapat terus dilaksanakan untuk memperkuat perekonomian dalam menghadapi tantangan global. Siswa yang telah dibekali skill berwirausaha tidak akan takut menghadapi tantangan global bidang perekonomian.

Penumbuhan nilai-nilai kewirausahaan dan minat berwirausaha siswa tidak hanya melalui transfer pengetahuan yang bersifat teoretis, namun pembelajaran yang bersifat learning by doing melalui projek kewirausahaan (Noviani et al., 2022). Melalui kegiatan projek tema kewirausahaan, nilai-nilai dalam Profil Pelajar Pancasila (PPP) yang diharapkan dimiliki siswa yaitu gotong royong, bernalar kritis, dan kreatif. Secara detail, hal tersebut dijabarkan dalam tabel berikut ini.

Tema       : Kewirausahaan      

Topik       : Saatnya Wirausaha Muda Berkarya

Dimensi PPPElemen PPPSub-elemen PPPTarget Pencapaian di Akhir Fase D
Bernalar Kritis  Memperoleh dan memproses informasi dan gagasanMengidentifikasi, mengklarifikasi, dan mengolah informasi dan gagasanMengidentifikasi, mengklarifikasi, dan menganalisis informasi yang relevan serta memprioritaskan beberapa gagasan tertentu.
Menganalisis dan mengevaluasi penalaranElemen menganalisis dan mengevaluasi penalaran dan prosedurnyaMenalar dengan berbagai argumen dalam mengambil suatu simpulan atau keputusan
Gotong RoyongKolaborasiKerjasama            Menyelaraskan tindakan sendiri dengan tindakan orang lain untuk melaksanakan kegiatan dan mencapai tujuan kelompok di lingkungan sekitar, serta memberi semangat kepada orang lain untuk bekerja efektif dan mencapai tujuan bersama.    
Saling ketergantungan positifMendemonstrasikan kegiatan kelompok yang menunjukkan bahwa anggota kelompok dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing perlu dan dapat saling membantu memenuhi kebutuhan.
KreatifMenghasilkan karya dan tindakan yang orisinal Mengeksplorasi dan mengekspresikan pikiran dan/ atau perasaannya dalam bentuk karya dan/atau tindakan, serta mengevaluasinya dan mempertimbangkan dampaknya bagi orang lain.

2. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Tema Kewirausahaan Relevan dengan Era Society 5.0

Pergerakan dunia global yang cukup dinamis membuat negara saat ini telah masuk dalam era society 5.0. Era society merupakan era dimana teknologi menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Hal ini sangat relevan dengan isu tantangan global era society 5.0, dimana dalam era society ini kehidupan manusia sangat erat dengan penggunaan teknologi. Teknologi menjadi bagian dalam kehidupan manusia mulai untuk berkomunikasi, mencari informasi, hingga sebagai pemenuhan kebutuhan perekonomian. Society 5.0 adalah masyarakat dimana berbagai kebutuhan dibedakan dan dipenuhi dengan menyediakan produk dan layanan yang diperlukan dalam jumlah yang memadai kepada orang-orang yang membutuhkannya, dimana semua orang dapat menerima layanan berkualitas tinggi dan kehidupannya yang nyaman serta penuh semangat karena berbagai kemudahan menggunakan teknologi (Badriyah et al., 2021).

Berwirausaha era digital 5.0 menuntut kesadaran akan tren teknologi terbaru dan kemampuan untuk mengadaptasi bisnis sesuai dengan perubahan (Yacub et al., 2023). Memasuki era society 5.0, kegiatan perekonomian dimudahkan dengan cara berjualan atau membeli sesuatu secara online tanpa harus keluar rumah. Hanya dengan duduk manis saja, masyarakat dapat memilih dan melihat-lihat produk yang akan dibeli melalui gadget-nya. Masyarakat tidak perlu jauh-jauh melangkahkan kaki keluar rumah untuk membeli sesuatu. Sama halnya dengan pemesanan makanan. Makanan atau minuman dapat dipesan melalui aplikasi online dan dengan cepat akan datang sendiri. Selain itu, para penjual juga sekarang ini lebih banyak menawarkan produk jualnya melalui gadget. Hal tersebut karena dengan gadget, informasi produk dagangan akan lebih mudah tersampaikan ke masyarakat.

Melihat aktivitas kegiatan jual beli yang semakin canggih saat ini karena pengaruh digitalisasi era society 5.0, edukasi penggunaan teknologi untuk kegiatan jual beli melalui kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila sangat diperlukan. Melalui kegiatan projek tema kewirausahaan, siswa diajarkan lebih mendalam akan penggunaan gadget secara positif, seperti pemanfaatan gadget untuk membuat desain label suatu produk dengan mudah dan memasarkan produk secara online di market place atau melalui media sosial lainnya. Kegiatan tersebut tidak lagi awam bagi siswa. Justru kegiatan tersebut dapat memacu siswa dalam mengembangkan kegiatan perekonomian yang dapat dilakukan secara terjangkau sesuai dengan materi yang telah didapatkan ketika kegiatan P5. Yang juga menjadi sasaran utama melalui P5 ini, diharapkan gotong royong, bernalar kritis, dan kreatif  para siswa dapat dikuatkan. Dengan demikian, manfaat dari pelaksanaan kegiatan P5 tema kewirausahaan dapat benar-benar memberikan bekal siswa di kehidupan mendatang.

3. Tujuan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Tema Kewirausahaan

Tujuan pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) tema kewirausahaan yaitu sebagai berikut (Sufyadi et al., 2021).

  1. Siswa dapat merancang strategi untuk meningkatkan potensi ekonomi lokal dalam kerangka pembangunan berkelanjutan.
  2. Siswa dapat terlibat dalam kegiatan ekonomi rumah tangga, berkreasi untuk menghasilkan karya bernilai jual, dan kegiatan lainnya yang kemudian diikuti dengan proses analisis dan refleksi hasil kegiatan mereka.
  3. Siswa dapat menumbuhkembangkan kreativitas dan budaya kewirausahaan.
  4. Siswa juga terbuka wawasannya tentang peluang masa depan, peka akan kebutuhan masyarakat, menjadi problem solver yang terampil, serta siap untuk menjadi tenaga kerja profesional penuh integritas.
  • SIMPULAN

Pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) tema kewirausahaan saat ini sangat cocok dilaksanakan untuk siswa sekolah karena relevan dengan kehidupan nyata. Melalui kegiatan P5 tema kewirausahaan, siswa akan mendapatkan pengalaman dan aksi nyata tentang praktik-prakik kewirausahaan yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari saat ini maupun masa depan. Praktik-praktik kewirausahaan yang didapatkan oleh siswa seperti cara mengolah suatu makanan atau minuman, membuat desain produk yang menarik, cara memasarkan suatu produk, dan menghitung pemerolehan laba dari hasil penjualan.

Dengan melakukan praktik-praktik berwirausaha tersebut, diharapkan akan menggugah semangat positif siswa untuk mempraktikkan ilmu yang telah didapatkan walapun P5 tersebut sudah berakhir. Selain itu, diharapkan siswa dapat menjawab tantangan krisis global dengan berwirausaha sesuai dengan teori kewirausahaan yang didapatkan. Tetapi utamanya juga dapat menguatkan profil pelajar pancasila yang menjadi sasaran dalam P5 tersebut. Dengan demikian, tujuan pelaksanaan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) tema kewirausahaan untuk menumbuhkan kreativitas berwirausaha dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Badriyah, L., Masfufah, Rodiyah, K., Chasanah, A., & Abdillah, M. A. (2021). Implementasi pembelajaran p5 dalam membentuk karakter bangsa di era society 5.0. Journal of Psychology and Child Development, 1(2), 67–83. https://doi.org/10.37680/absorbent_mind.v1i02.3638

Fatah, M. A., & Zumrotun, E. (2023). Implementasi proyek p5 tema kewirausahaan terhadap kemandirian belajar di sekolah dasar. Attadrib: Jurnal Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, 6(2), 365–377.

Noviani, L., Wahida, A., & Umiatsih, S. T. (2022). Strategi implementasi proyek kewirausahaan di sma negeri 1 sumberlawang. Jurnal Kewirausahaan Dan Bisnis, 27(1), 60–70. https://doi.org/10.20961/jkb.v27i1.58934

Rahmani, R. A., Huda, C., Patonah, S., & Paryuni, P. (2023). Analisis proyek penguatan profil pelajar pancasila pada tema kewirausahaan. Js (Jurnal Sekolah), 7(3), 429–437. https://doi.org/10.24114/js.v7i3.45272

Sufyadi, S., Harjatanaya, T. Y., Adiprima, P., Satria, M. R., Andiarti, A., & Herutami, I. (2021). Panduan pengembangan proyek penguatan profil pelajar pancasila (T. Hartini (ed.); I). Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Yacub, R., Sophan, I., Herlina, H., Mulyeni, S., & Susilawati, E. (2023). Menumbuhkan minat berwirausaha di era revolusi industri 4.0 dan digital society 5.0 pada siswa/i smk multimedia binkara cianjur jawa barat. Jurnal Pengabdian Masyarakat (JPM), 1(1), 1–10.

Mewaspadai Sisi Lain dari Kurikulum Merdeka

Oleh: Jefrianus Kolimo, S.Pd., Gr

SMP Negeri 2 Hawu Mehara, Kabupaten Sabu Raijua, NTT

Rasanya tidak salah jika tahun 2023, saya sebut sebagai salah satu tahun bersejarah dalam sistem pendidikan nasional kita. Hal ini karena kita mengalami transisi kurikulum pendidikan dari kurikulum 2013 beralih ke kurikulum merdeka. Perubahan ini dilakukan secara bertahap.

 Sejak tanggal 6 Februari 2023 sampai dengan 14 April 2023, satuan pendidikan yang ada di bawah naungan Kemendikbudristek dapat mendaftarkan diri untuk mulai mengimplementasikan kurikulum merdeka berdasarkan kesiapan masing-masing. Ada 3 pilihan kurikulum merdeka yang dapat menjadi pilihan setiap sekolah yaitu mandiri belajar, mandiri berubah, serta mandiri berbagi. Dengan berpatokan pada kondisi ataupun keadaan di masing-masing satuan pendidikan, semua sekolah dapat bebas memilih salah satu dari 3 pilhan kurikulum tersebut. Pilihan itu yang selanjutnya dipakai sebagai pedoman atau pegangan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran baik itu intra, ekstra, maupun ko-kurikuler. Secara teknis khususnya terkait tata cara penerapan kurikulum merdeka, sejauh ini memang tidak ditemukan adanya hambatan berarti. Hal ini karena sudah banyak refrensi yang tersedia salah satunya melalui aplikasi Platform Merdeka Mengajar.

Batasan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 dinarasikan sudah tidak lagi relevan dipakai sebagai landasan sekaligus instrumen untuk melangsungkan pembelajaran di dalam kelas. Survei yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 3.391 siswa SD yang tersebar di 7 Kabupaten dan 4 Provinsi yang dilakukan sebelum dan setelah pandemi pada Januari 2020 dan April 2021 menunjukkan kepada kita akan batasan penerapan kurikulum 2013. Hasil survei menunjukkan bahwa sekolah yang menggunakan kurikulum 2013 mengalami keterlambatan waktu belajar saat pandemi Covid-19. Setelah pandemi untuk aspek literasi, siswa mengalami keterlambatan setara dengan 6 bulan waktu belajar. Waktu tersebut setara dengan 1 semester dalam hitungan kalender akademik di sekolah. Sementara untuk aspek numerasi, keterlambatannya sebesar 5 bulan waktu belajar. Diprediksi juga bahwa siswa yang berada di daerah 3T (terpencil, terluar, dan tertinggal), keterlambatannya bahkan bisa setara dengan 8-10 bulan waktu belajar (Kompas, 17/02/22, hal A). Merujuk survei tersebut, jika dipetakan maka untuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP), seorang siswa harus dengan terpaksa melewatkan paling sedikit 2-3 Kompetensi Dasar (KD) yang diprogramkan. Memang tidak banyak. Tetapi sialnya adalah terdapat beberapa mata pelajaran seperti MIPA (Matematika dan IPA) yang sifat dan karakteristiknya sangat sistematis dan terstruktur. Artinya bahwa 1 KD bertautan erat dengan KD yang lain. Sehingga melewatkan 1 KD sama halnya juga dengan mengabaikan beberapa KD lainnya. Karena itu, masalah keterlambatan belajar (learning loss) dalam arti yang lebih dalam adalah terabaikannya pemenuhan sederet kompetensi kognitif siswa.

Dari persoalan tersebut, pembelajaran yang hanya berfokus pada materi-materi esensial menjadi hal baru yang ditawarkan oleh kurikulum merdeka. Teorinya adalah dengan hanya berfokus pada materi esensial, beban pembelajaran yang dipikul siswa akan sedikit berkurang. Dengan begitu, diharapkan rentang keterlambatan belajar selama masa pandemi bisa dipangkas. Kebijakan serupa sudah dilakukan oleh Pemerintahan China baru-baru ini. Pemerintahan China melalui Kantor Umum Komite Central dan Partai Komunis China pada Tahun 2022 lalu melakukan perombakan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar siswa di sekolah dan luar sekolah. Dengan merombak kurikulum melalui kebijakan pengurangan beban belajar siswa, didapati bahwa kondisi para siswa yang meliputi kepribadian, kreativitas, dan tanggung jawab menjadi lebih baik. Salah satu hasil kemajuannya adalah terlihat dari kondisi siswa dan nilai ujian sekolah yang naik hampir 10 persen. Selain itu dengan adanya kebijakan tersebut, rata-rata jumlah buku yang dipinjam dari perpustakaan sekolah meningkat dari 1 atau 2 buku menjadi 5 buku (Kompas, 13/04/2022, hal D). Juga dengan adanya pembelajaran berdiferensiasi yang diamanatkan dalam Kurikulum Merdeka, siswa dapat belajar berdasarkan profil, gaya, maupun kecepatan belajarnya sehingga harapannya dapat memfasilitasi siswa untuk menguasai kompetensi yang perlu dipelajarinya dengan lebih baik lagi.

Para pembuat kebijakan pendidikan kita sudah tentu mengharapkan hasil yang serupa. Karena itu, saat ini, para kepala sekolah di seluruh Indonesia didorong untuk menjadi bagian dari inovator kurikulum baru ini. Memang sifatnya pilihan, bukan paksaan. Akan tetapi, tidak sedikit sekolah yang bereuforia bahkan sangat antusias terhadap perubahan dan inovasi ini. Tidak dipungkiri bahwa narasi-narasi positif terkait keunggulan kurikulum merdeka yang sudah beberapa tahun ini selalu dikampanyekan turut menjadi daya tarik dan pelecut semangat sekolah untuk terlibat mendaftar. Kita berharap bukan hanya sekedar bereforia dalam urusan daftar-mendaftar. Harapannya adalah harus lebih dari itu. Implementasinya pun harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Maka dari itu, keberhasilan penerapannya tidak terlepas juga dari apa yang dilakukan guru di dalam kelas. Karenanya, peningkatan kualitas guru agar semakin layak untuk mengajar semakin terus digiatkan lewat berbagai program pemerintah. Namun tak dapat dipungkiri juga bahwa semarak peralihan kurikulum terdengar sangat riuh hanya di ruang lingkup komunitas guru. Seolah-seolah, berhasil atau tidaknya penerapan kurikulum baru semata-mata menjadi tanggung jawab guru seorang. Euforia peralihan kurikulum terlihat tidak seriuh euforia ataupun antusias orang tua saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Padahal keduanya sama-sama punya dampak langsung dan signifikan terhadap kegiatan belajar siswa. Karena itu ada guru yang bahkan berpandangan bahwa banyak orang tua yang saat ini hanya menginginkan anak untuk bersekolah saja. Bersekolah dalam pengertian mereka adalah sebatas hanya pergi ke sekolah. Selanjutnya, aktivitas yang dilakukan anak bukan lagi menjadi tanggung jawab mereka. Tidak salah memang pendapat guru tersebut. Sebab terkadang dalam banyak pemberitaan saat ini, ada orang tua yang sangat kaget ataupun tidak menduga jika anaknya sampai-sampai berlaku menyimpang dari yang mereka pikir baik selama ini.

 Sudah banyak teori yang melandaskan bahwa mau bagaimana pun bentuk dan struktur kurikulum pendidikan nanti, orang tua, siswa, dan guru selalu menjadi faktor kuncinya. Karena itu, kunci keberhasilan kurikulum sangat keliru jika hanya menjadi tanggung jawab guru semata. Sebagai pembanding, di China, pembatasan penggunaan gawai pada anak-anak setidaknya juga turut menjadi faktor pendukung keberhasilan penerapan kurikulum baru. Membatasi penggunaan dan peredaran game daring bahkan sudah diterapkan terlebih dahulu sebelum kurikulum baru digunakan. Pembatasan ini mengatur antara lain soal jumlah game video yang bisa dimainkan secara daring, membatasi jumlah game video baru, menentukan pembatasan usia untuk game, serta mengurangi jumlah waktu bermain game untuk anak-anak. Implementasinya pun dilakukan secara serius. Untuk bermain game, seseorang sudah harus menggunakan sistem verifikasi identitas, salah satunya dengan pemeriksaan raut wajah agar tidak ada anak-anak yang bermain game video pada waktu-waktu tertentu (Kompas, 4/9/2021, hal 4). Meskipun belum secara menyeluruh dan ketat seperti di China, tetapi beberapa negara seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan pun sudah mulai menerapkan pembatasan serupa.

Bukan Hanya Guru

Merujuk dari pengalaman tersebut, sekali lagi saya simpulkan bahwa keberhasilan penerapan kurikulum baru sebenarnya tidak hanya semata-mata berada di pundak seorang guru. Faktor lain seperti aktivitas siswa khususnya yang berada di luar kendali dan pengawasan guru juga menjadi faktor lain yang perlu diwaspadai. Di luar kendali guru sama artinya dengan dalam kendali orang tua atau lingkungan sekitar. Situasi seperti ini perlu juga diwaspadai. Saat diluar kendali guru dan orang tua, banyak siswa yang bukannya memanfaatkan waktu untuk belajar tetapi sebaliknya malah dipakai untuk aktivitas yang tidak seharusnya seperti bermain game dan lain sebagainya. Fakta yang penulis dapati ini tidak mengagetkan sebab mengingat data dari Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) yang dirilis pada Tahun 2020 silam, terdapat 67,1 juta pengguna internet aktif usia 13-17 Tahun di Indonesia. Ditambah lagi, hingga saat ini pun sudah semakin banyak diberitakan anak-anak yang masih berusia remaja menjadi pelaku kriminal. Dugaan sementara bahwa anak-anak tersebut terpengaruh akan paparan media sosial khususnya saat menonton konten-konten bermuatan kekerasan hingga merangsang mereka untuk saling unjuk kebolehan. Tentu kita berharap bahwa dengan menerapkan merdeka belajar, seharusnya rentang ketertinggalan belajar anak dapat dipangkas, apalagi dalam kurkulum merdeka juga menguatkan profil pelajar Pancasila agar siswa memiliki karakter yang baik. Maka dari itu, peran serta orang tua saat implementasi kurikulum yang saat ini sedang giat-giatnya dilakukan khususnya dalam menjaga, mengawasi, dan mengontrol aktivitas anak, melalui tulisan ini penting untuk kembali diingatkan. Semoga.

Inovasi dalam Pembelajaran Procedure Text: Menghadirkan PBL dengan Pemanfaatan Barang Bekas di Era Kurikulum Merdeka

Oleh: Syafaruddin Marpaung, S.Pd.,M.Hum.

SMA Negeri 2 Kota Tanjungbalai

Dalam era perkembangan teknologi dan informasi yang pesat, pendidikan memiliki tantangan baru dalam menghadirkan pembelajaran yang menarik dan relevan bagi siswa. Kurikulum Merdeka merupakan konsep pendidikan yang memberikan kebebasan kepada guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam Kurikulum Merdeka adalah Project Based Learning (PBL). Model PBL menggabungkan konsep pembelajaran melalui proyek nyata yang menuntut siswa untuk aktif berkolaborasi, berpikir kritis, dan memecahkan masalah secara kreatif.

Dalam konteks Kurikulum Merdeka pada pelajaran Bahasa Inggris SMA terdapat materi procedure text. Materi ini diajarkan pada Fase E dan Fase F, kelas X, XI, dan XII. Penggunaan model PBL saat membelajarkan procedure text dapat menjadi pendekatan yang efektif dalam meningkatkan keterampilan berbahasa Inggris siswa dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas mereka. Salah satu topik yang dapat diangkat dalam materi procedure text adalah pemanfaatan barang bekas untuk menunjang proses pembelajaran di sekolah. Barang-barang bekas yang tidak terpakai seperti paralon, botol plastik, triplek, kotak kardus, koran bekas, potongan kayu, perca kain, kaleng, karet ban, dan lain-lain. Semua barang bekas tersebut dapat diubah menjadi barang-barang yang lebih bermanfaat, seperti tripod pembuatan video pembelajaran, papan nama kelompok, papan pengumuman, keranjang koran, tempat lampu, vas dan pot bunga, lukisan, tempat pensil, rak sederhana, dan lain sebagainya.

Pemanfaatan barang bekas dalam pembelajaran memiliki alasan yang sangat kuat. Banyak barang-barang bekas yang terbuang percuma dan berakhir menjadi limbah, padahal masih berpotensi untuk dapat dimanfaatkan kembali. Dengan memanfaatkan barang bekas tersebut, kita dapat mengajarkan siswa tentang pentingnya mengurangi limbah dan mengedukasi mereka tentang konsep daur ulang. Selain itu, penggunaan barang bekas juga dapat mengembangkan sikap kreatif, inovatif, dan berkelanjutan pada siswa. Mereka akan belajar untuk melihat peluang dalam hal-hal yang sebelumnya dianggap sebagai limbah dan mengubahnya menjadi barang-barang yang memiliki nilai dan manfaat bagi kegiatan pembelajaran.

Selama ini, materi procedure text dalam pelajaran Bahasa Inggris lebih banyak berfokus pada proses pembuatan makanan dan minuman, terlebih-lebih pada materi procedure text di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Berdasarkan identifikasi penulis pada buku-buku paket Bahasa Inggris baik tingkat SMP dan SMA hampir semua berisikan materi procedure text tentang pembuatan makanan dan minuman. Meskipun penting untuk mempelajari langkah-langkah dalam proses memasak, siswa dapat merasa bosan dan kurang termotivasi dengan konten yang monoton tersebut. Oleh karena itu, guru perlu memiliki kreativitas dalam menemukan ide-ide baru yang berhubungan dengan procedure text dan dapat menarik minat siswa. Pemanfaatan barang bekas sebagai konteks dalam pembelajaran procedure text dapat memberikan variasi yang menarik dan menyegarkan bagi siswa, sehingga mereka akan lebih termotivasi dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam penelitian sebelumnya (Sugiharyanti, 2022), ditemukan bahwa penerapan model pembelajaran PBL pada pelajaran Bahasa Inggris mampu meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan hasil belajar siswa. Melalui PBL, siswa akan belajar melalui pengalaman nyata dan memecahkan masalah yang relevan dengan kehidupan sehari-hari mereka. Mereka akan belajar berkolaborasi dalam tim, mengembangkan keterampilan menulis dan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris, dan menciptakan produk akhir yang dapat dipresentasikan kepada orang lain.

Dalam artikel ini, akan dibahas lebih lanjut tentang implementasi Kurikulum Merdeka dengan penerapan model pembelajaran PBL pada pelajaran Bahasa Inggris dengan materi procedure text yang mengangkat pemanfaatan barang bekas. Diharapkan artikel ini dapat memberikan wawasan dan inspirasi bagi guru dalam merancang pembelajaran yang bermakna, menarik, dan relevan dengan kebutuhan siswa dalam era pendidikan yang terus berkembang.

Implementasi Model Pembelajaran Project Based Learning (PBL) pada Materi Procedure Text

Procedure text merupakan jenis teks yang digunakan untuk memberikan instruksi langkah demi langkah tentang bagaimana melakukan suatu kegiatan atau proses tertentu. Tujuan dari procedure text adalah untuk memberikan panduan yang jelas kepada pembaca agar mereka dapat melakukan suatu tindakan dengan benar dan efektif (Bafadal, 2017). Generic structure dari procedure text terdiri dari:

  • Goal/Introduction: bagian ini menjelaskan tujuan atau hasil akhir yang ingin dicapai dari langkah-langkah yang akan dijelaskan dalam teks.
  • Materials/Ingredients: bagian ini berisi daftar bahan atau peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan proses.
  • Steps/Methods: bagian ini menjelaskan langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
  • Result / Closing: bagian ini menyimpulkan proses atau memberikan catatan tambahan yang relevan dengan tujuan atau prosedur yang dijelaskan.

Procedure text telah dipelajari siswa di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan dilanjutkan di tingkat SMA. Procedure text perlu dipelajari karena memiliki beberapa alasan penting. Pertama, procedure text membantu siswa memahami bagaimana melakukan suatu tindakan dengan benar, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks profesional. Keterampilan ini sangat diperlukan dalam berbagai bidang, seperti memasak, perawatan kesehatan, dan kegiatan teknis lainnya. Kedua, mempelajari procedure text membantu siswa mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris mereka. Mereka akan belajar kosakata dan frasa yang berkaitan dengan proses dan tindakan, serta mengasah keterampilan membaca dan memahami teks dalam Bahasa Inggris (Jaja et al., 2021).

Berdasarkan isinya, procedure text dapat dikelompokkan menjadi tiga (3) jenis, yaitu:

  1. Teks Proses Pembuatan: jenis teks ini menjelaskan langkah-langkah yang harus diikuti untuk membuat atau menghasilkan sesuatu. Contohnya: resep makanan, minuman, pembuatan kerajinan tangan, dan lain-lain.
  2. Teks Proses Operasional: jenis teks ini memberikan instruksi tentang bagaimana menggunakan atau mengoperasikan suatu perangkat atau sistem. Contohnya:  petunjuk penggunaan mesin fotokopi, mesin cuci, alat vacuum cleaner, panduan penggunaan aplikasi komputer, atau instruksi penggunaan perangkat lunak.
  3. Teks Proses Perbaikan: jenis teks ini memberikan langkah-langkah untuk memperbaiki suatu masalah atau merawat suatu perangkat. Contohnya:  panduan perbaikan komputer, petunjuk perawatan mobil, atau langkah-langkah perbaikan pipa yang bocor.

Kebanyakan procedure text pada buku-buku paket memuat isi tentang proses pembuatan makanan dan minuman sehingga penulis mencoba memberikan pilihan lain tentang proses pembuatan produk dari bahan-bahan bekas yang tidak terpakai. Produk tersebut bisa dimanfaatkan di dalam kelas. Menggunakan jenis procedure text tersebut, siswa akan belajar tentang proses konversi bahan bekas menjadi barang-barang yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Mereka akan terlibat dalam praktik langsung dan memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang konsep daur ulang dan pentingnya mengurangi limbah.

Model pembelajaran Project Based Learning (PBL) merupakan salah satu model yang dapat diintegrasikan dengan Kurikulum Merdeka untuk meningkatkan keterlibatan dan hasil belajar siswa (Aroka et al., 2023). Implementasi model PBL dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan materi procedure text tentang pemanfaatan barang-barang bekas menjadi barang nilai berguna memiliki beberapa tujuan, antara lain:

  • meningkatkan kemampuan siswa dalam menggunakan Bahasa Inggris secara aktif dan efektif.
  • mengembangkan keterampilan siswa dalam memahami, menginterpretasi, dan mengikuti instruksi dalam Bahasa Inggris.
  • mendorong siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dalam menghasilkan ide-ide baru dalam pemanfaatan barang-barang bekas.
  • memperkenalkan konsep-konsep ramah lingkungan kepada siswa dan mendorong mereka untuk menjadi individu yang peduli terhadap keberlanjutan lingkungan.
  • mengaitkan pembelajaran Bahasa Inggris dengan kehidupan sehari-hari siswa melalui topik yang relevan dan menarik.

Berikut adalah langkah-langkah penerapan PBL pada materi procedure text pemanfaatan barang bekas:

  • Penjelasan Konsep dan Tujuan: guru menjelaskan kepada siswa tentang konsep daur ulang, pentingnya pemanfaatan barang bekas, dan tujuan dari pembelajaran ini.
  • Pembentukan Kelompok: siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil, masing-masing terdiri dari 4-5 orang. Setiap kelompok diberikan tanggung jawab untuk memilih salah satu jenis procedure text terkait pemanfaatan barang bekas.
  • Riset dan Perencanaan: setiap kelompok melakukan riset tentang jenis procedure text yang mereka pilih, mencari informasi tentang langkah-langkah, bahan yang dibutuhkan, dan hasil akhir yang diharapkan. Mereka juga merencanakan cara presentasi yang menarik untuk membagikan hasil kerja mereka. Mereka menuliskan dalam bentuk procedure text. Kemudian dibimbing dan diperbaiki oleh guru bidang studi. Beberapa hasil tulisan procedure text siswa dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 1. Beberapa Tulisan Procedure text Siswa setelah Diperbaiki

  • Implementasi Proyek: siswa melaksanakan proses pembuatan barang bekas sesuai dengan langkah-langkah yang mereka pelajari. Mereka aktif berkolaborasi, berbagi ide, dan memecahkan masalah yang muncul selama proses.
  • Presentasi dan Evaluasi: setiap kelompok mempresentasikan hasil akhir proyek mereka kepada kelas. Presentasi kelompok disampaikan dalam Bahasa Inggris. Sebelum melakukan presentasi, siswa terlebih dahulu menuliskan isi procedure text tersebut. Kemudian mereka mendiskusikan hasil tulisannya baik dengan teman kelompok dan guru pendamping. Mereka boleh merekam dan mengunggah hasil presentasi tersebut di media sosial. Siswa juga diminta mendiskusikan proses, tantangan, dan pelajaran yang mereka dapatkan. Guru memberikan umpan balik dan evaluasi terhadap presentasi dan hasil kerja siswa.

Gambar 2. Presentasi Procedure Text oleh Siswa

  • Refleksi dan Pembelajaran: siswa melakukan refleksi pribadi dan kelompok tentang proses pembelajaran. Mereka mempertimbangkan apa yang telah mereka pelajari, kendala yang dihadapi, serta kemungkinan pengembangan lebih lanjut dalam pemanfaatan barang bekas.

Dengan mengikuti langkah-langkah PBL ini, siswa akan mengembangkan keterampilan berpikir kritis, berkolaborasi, berkomunikasi, dan kreativitas mereka (Indriani, 2022). Mereka juga akan mengalami pembelajaran yang bermakna dan relevan dengan kehidupan sehari-hari sambil menjelajahi potensi pemanfaatan barang bekas dalam pembelajaran Bahasa Inggris. Melalui kombinasi antara materi procedure text pemanfaatan barang bekas dan model pembelajaran PBL, siswa akan mengembangkan pemahaman yang mendalam tentang konsep daur ulang, kemampuan berbahasa Inggris, serta keterampilan berpikir kritis dan kreativitas yang penting dalam era pendidikan yang terus berkembang.

Gambar 3 Dokumentasi Berbagai Hasil Produk Kerajinan Siswa dari Bahan Bekas

Tantangan dan Solusi dalam Implementasi Model PBL pada Pelajaran Bahasa Inggris SMA tentang Procedure Text.

Berdasarkan pengalaman penulis dalam mengimplementasi model PBL pada KBM khususnya materi procedure text, terdapat beberapa tantangan. Berikut adalah beberapa tantangan yang mungkin timbul dan solusi yang dapat diterapkan:

  • Manajemen waktu: proses PBL membutuhkan waktu yang cukup sehingga perlu dilakukan perencanaan waktu yang efektif agar semua tahapan dapat diselesaikan. Guru dapat mengatur jadwal yang baik dan memberikan panduan yang jelas kepada siswa. Kegiatan mengerjakan produk tersebut dapat juga dilakukan di luar jam pelajaran setelah pulang sekolah. Namun, kegiatan tersebut sebaiknya tetap dilaksanakan di lingkungan sekolah.
  • Keterampilan guru: guru perlu memiliki pemahaman yang baik tentang model PBL dan mampu memberikan bimbingan yang efektif kepada siswa. Guru dapat mengikuti pelatihan atau melakukan penelitian lebih lanjut tentang model PBL serta terus meningkatkan keterampilan mereka.
  • Pengelompokan siswa: pembentukan kelompok yang efektif dapat menjadi tantangan karena perbedaan kemampuan dan kepribadian siswa. Guru dapat mempertimbangkan berbagai faktor saat melakukan pengelompokan, seperti gaya belajar siswa, kemampuan, minat, dan kepribadian siswa untuk memastikan kerja sama yang baik dalam kelompok. Melalui pengelompokan siswa tersebut berarti guru telah melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi (Herwina, 2021). Pembelajaran berdiferensiasi ini merupakan tuntutan dari Kurikulum Merdeka. Dengan melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi tersebut, guru telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing.
  • Evaluasi: proses evaluasi dalam model PBL juga perlu diperhatikan. Guru dapat menggunakan berbagai instrumen evaluasi yang sesuai, seperti penilaian produk, penilaian kelompok, atau penilaian individu untuk mengukur pencapaian siswa.

Dengan mengatasi tantangan-tantangan tersebut dan menerapkan solusi yang tepat, implementasi model PBL dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan materi procedure text tentang pemanfaatan barang-barang bekas menjadi barang nilai berguna dapat memberikan pengalaman pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Aroka, R., Kustati, M., Sepriyanti, N., Pascasarjana, P., Islam, S. P., Imam, U. I. N., & Padang, B. (2023). Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar Di SMA Negeri 9 Padang. 3, 9609–9619.

Bafadal. (2017). The use of origami in teaching writing procedure text of the second grade at sma muhammadiyah mataram in academic year 2016/2017 ( 1 ). Indonesian Journal of English Language Teaching, 7(2), 31–38.

Herwina, W. (2021). Optimalisasi Kebutuhan Murid Dan Hasil Belajar Dengan Pembelajaran Berdiferensiasi. Perspektif Ilmu Pendidikan, 35(2), 175–182. https://doi.org/10.21009/pip.352.10

Indriani, L. (2022). Penerapan Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Pada Pelajaran Bahasa Inggris. Jurnal Ilmiah Pendidik Indonesia ISSN 2830-781X, 1(1), 15–22.

Jaja, J., Rahayu, S., & Pujiatna, T. (2021). Bahan Ajar Teks Prosedur Berorientasi Kebudayaan Lokal (Local Culture Oriented Procedure Text Teaching Materials). Indonesian Language Education and Literature, 6(2), 290. https://doi.org/10.24235/ileal.v6i2.7794

Sugiharyanti, E. (2022). Penerapan Model Project Based Learning Berbantuan Moodle E-Learning untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Bahasa Inggris. Ideguru: Jurnal Karya Ilmiah Guru, 7(2), 212–220. https://doi.org/10.51169/ideguru.v7i2.364

Urgensi Kurikulum Merdeka

Oleh : Rd. Achmad Surya Mi’raj Zain, S.Pd

SDN Murung Raya 1, Kalimantan Selatan

Mendengar kata merdeka, sudah barang tentu kita mempersepsikannya dengan kebebasan. Sebagai makhluk sosial manusia memiliki hak untuk merdeka tanpa terkungkung dalam belenggu penjajahan. Lalu bagaimana pelaksanaan konsep merdeka di dalam dunia Pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara Bapak Pendidikan Indonesia, mendidik dan mengajar merupakan proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekan manusia dari segala aspek kehidupan baik fisik, mental, jasmani, maupun rohani. Jadi, dapat dikatakan bahwa konsep merdeka belajar disini memberikan kebebasan kepada pendidik dalam memilih topik, metode, alat pembelajaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan zaman yang dilalui.

Merdeka belajar memiliki keterkaitan dengan landasan pendidikan humanisme, konstruktivisme dan progresivisme. Humanisme merupakan kemerdekaan atau bebas, pilihan personal dalam mengaktualisasikan diri mengembangkan potensi, berfungsi dan bermakna bagi lingkungannya. Konstruktivisme adalah kemerdekaan   dalam mengeksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan siswa, sedangkan progresivisme menekankan kemerdekaan guru untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi siswa.

Sebagai pendidik tentunya masih hangat bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran jarak jauh. Proses pembelajaran tersebut mempunyai efek negatif jangka panjang terutama pada penanaman pendidikan karakter serta kemampuan prasyarat awal baik itu dari segi literasi maupun numerasi.

Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa berusia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Skor PISA ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi dalam hal kualitas belajar. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dan learning loss pun tidak dapat dihindarkan.

Berkaca pada hasil tersebut pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi mengeluarkan kebijakan yaitu penyederhanaan kurikulum dalam kondisi tak terduga (Kurikulum Darurat) dengan harapan dapat memitigasi dampak negatif dari masa pandemik yaitu learning loss. Dari hasil yang diperoleh  31,5% sekolah yang menggunakan kurikulum darurat menunjukkan bahwa penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% (literasi) dan sebesar 86% (numerasi).

Kurikulum darurat merupakan bentuk sederhana dari kurikulum 2013. Penyederhanaan ini dapat dilihat dari tuntutan konten (materi) yang esensial saja, selain itu pula pola pembelajaran walaupun secara jarak jauh masih berfokus pada pengembangan aktivitas dan aspek numerasi dan numerasi.

Seiring berjalannya waktu serta berakhirnya pandemi Covid-19, kondisi pembelajaran pun kembali ke sistem sedia kala dengan pola tatap muka 100%, kurikulum pun tentunya mengalami penyesuaian sesuai dengan perkembangan dan keadaan. Menyikapi hal tersebut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengeluarkan kebijakan regulasi KEPMEN Nomor 262/M/2022 Pengganti dari KEPMEN Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran. Pada Kepmen tersebut satuan pendidikan dapat memilih serta mengembangkan kurikulum berdasarkan kondisi yang terjadi di satuan pendidikan, potensi daerah, serta karakteristik peserta didik mereka. Salah satu kurikulum yang jadi optional adalah Kurikulum Merdeka.

Pada dasarnya Kurikulum Merdeka merupakan penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Seperti materi hanya fokus ke hal yang esensial saja dan pembelajaran berbasis aktifitas literasi dan numerasi, namun ada perbedaan terutama pada kerangka dasar dan kompetensi yang dituju. Pada aspek kerangka kurikulum darurat landasan utamanya Kurikulum 2013 adalah tujuan Sisdiknas dan Standart Nasional Pendidikan, sedangkan pada Kurikulum Merdeka hampir sama dengan Kurikulum Darurat namun ada penambahan yaitu pengembangan Profil Pelajar Pancasila. Hal yang sangat berubah terletak pada aspek kompetensi. Kompetensi pada Kurikulum Darurat berfokus pada KI dan KD Kurikulum 2013 yang disederhanakan sedangkan pada Kurikulum Merdeka kompetensi disusun berdasarkan pada capaian pembelajaran yang disusun berdasarkan tahapan atau fase yang di dalamnya berisi kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi satu kesatuan proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang holistik.

Kurikulum Merdeka memberikan kemerdekaan yang seluas-luasnya kepada peserta didik memilih materi pembelajaran. Melalui Kurikulum Merdeka, proses pembelajaran akan lebih maksimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan memperkuat kompetensinya.

Kurikulum Merdeka merupakan kebijakan merdeka belajar episode ke-15 dari 22 episode kebijakan yang sudah dikeluarkan. Kehadiran Kurikulum Merdeka memberikan secercah harapan bagi Pendidikan di Negeri Kita di Era Pasca Pandemik. Kurikulum ini lahir sebagai salah satu upaya perbaikan pembelajaran di satuan unit kerja. Struktur dari Kurikulum Merdeka pun lebih fleksibel sehingga pendidik dapat lebih leluasa mengajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Pendidik pun dapat menggunakan berbagai perangkat pembelajaran yang relevan sesuai dengan tahapan fase jenjangnya. Pembelajaran dalam struktur kurikulum dibagai menjadi 2 kegiatan pembelajaran utama yaitu pembelajaran regular atau biasa disebut dengan intrakulikuler serta Pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi acuan dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, atau Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran (CP).

Capaian pembelajaran dirumuskan ke dalam enam fase dengan jangka waktu sesuai tingkat kompetensi peserta didik. Biasanya untuk jenjang sekolah dasar setiap fase rentang waktunya selama 2 tahun. Lalu, apa itu fase dalam Kurikulum Merdeka? Istilah fase berbeda dengan kelas. Fase menunjukkan tingkat kompetensi setiap peserta didik terhadap suatu pembelajaran. Dalam satu kelas, kemungkinan fase capaian pembelajaran peserta didiknya berbeda-beda misalkan  peserta didik A berada di kelas 4 yang termasuk fase B. Ternyata, tingkat kompetensi peserta didik tersebut berada di fase A. Maka, guru yang bersangkutan harus memberikan materi sesuai pemahaman peserta didik A, yaitu materi fase A. Secara umum pada jenjang sekolah dasar dari 6 Fase ada 3 Fase yaitu Fase A diperuntukkan kelas 1 dan 2, Fase B diperuntukkan tingkat 3 dan 4, serta Fase C diperuntukkan tingkat 5 dan 6.

Kurikulum Merdeka memiliki sumber kekuatan utama yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya yaitu penekanan pada pemanfaatan asesmen awal. Asesmen awal adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk mendapatkan data atau informasi yang akurat dari peserta didik baik itu dari segi kompetensi, gaya belajar, serta kemampuan akademiknya. Hasil dari asesmen tersebut akan menjadi tolak ukur dalam perancangan proses pembelajaran. Hasil dari asesmen awal juga bisa menjadi bahan refleksi bagi pendidik untuk memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Konsep pembelajaran di dalam Kurikulum Merdeka menggunakan pendekatan Teaching At The Right Level (TaRL). Proses pendekatan tersebut mengedepankan intervensi atau cara yang efektif yang diambil oleh pendidik dengan memberikan masukkan pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan apa yang ditemui di kelas. Jadi dapat dikatakan TaRL merupakan konsep pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada tingkatan capaian, gaya belajar, serta kemampuan kognitif peserta didik.

Peran pendidik di dalam Implementasi Kurikulum Merdeka dapat kita analogikan sebagai Koki Memasak. Bumbu-bumbu serta bahan baku diberikan oleh pemerintah berupa capaian pembelajaran yang akan dimasak jadi masakan yang lezat berupa alur tujuan pembelajaran  supaya dapat dinikmati oleh peserta didik kita.

Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) adalah kumpulan  tujuan pembelajaran yang dirangkai secara sistematis dan logis di dalam fase secara utuh dan menurut urutan pembelajaran sejak awal hingga akhir suatu fase. Alur ini disusun secara linear sebagaimana urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari untuk mengukur Capaian Pembelajaran. Alur tujuan pembelajaran disusun melalui kolaborasi guru antar fase. Tahapan dalam menyusun alur tujuan pembelajaran diantaranya menganalisis capaian pembelajaran, menurunkan capaian pembelajaran menjadi tujuan pembelajaran dengan mengidentifikasi yang mana termasuk kompetensi dan konten, selanjutnya menyusun tujuan pembelajaran tersebut dari awal sampai akhir fase. Alur tujuan pembelajaran juga dijadikan referensi dalam merancang pembelajaran dalam modul ajar.

Asesmen di dalam Kurikulum Merdeka ada 2 yaitu asesmen formatif dan sumatif.  Tidak mengenal lagi istilah penilaian harian, penilaian tengah semester, maupun penilaian akhir semester. Di dalam Kurikulum Merdeka menilai peserta didik dilakukan secara holistik.

Beberapa penyederhanaan juga terletak pada penyatuan mata pelajaran seperti IPA dan IPS dan diintegrasikan menjadi IPAS yang diajarkan pada Fase B dan Fase C. Selain itu, pada mata pelajaran Seni Budaya dibagi menjadi empat, yaitu seni teater, seni tari, seni rupa, maupun seni musik. Peserta didik dipersilahkan untuk memilih mata pelajaran seni yang mereka sukai.

Berbeda pada kurikulum sebelumnya, dimana satuan pendidikan menentukan alokasi waktu perminggu, pada Kurikulum Merdeka satuan pendidikan dapat menentukan alokasi waktu pertahun. Jadi satuan pendidikan dapat menentukan alokasi waktu secara fleksibel sesuai dengan JP yang ditetapkan. Fleksibilitas lain juga dapat kita temukan pada pengaturan durasi jam, pendidik dapat mengatur durasi jam tergantung dengan kompleksitas konten materi.

Sebagai pendidik, kita wajib mendukung upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di negara kita. Melalui Kurikulum Merdeka kita diberikan kebebasan serta kemudahan seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulum serta menggali sesuai bakat dan potensi dari peserta didik kita. Pembelajaran pun berpusat pada materi-materi esensial sehingga baik itu pendidik dan peserta didiknya tidak merasa terbebani dalam menuntaskan capaian pembelajaran.

Akhir kata Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang fleksibel. Kurikulum tersebut mampu menyesuaikan situasi dan kondisi di era transisi pendidikan. Kurikulum Merdeka juga mampu menjawab keraguan karena tidak melulu berfokus pada konten atau materi yang harus selesai tapi pada peningkatan kompetensi dan potensi pada peserta didik kita. Kurikulum Merdeka juga mampu bertransformasi sesuai dengan karakteristik kondisi sosial dan budaya yang ada di satuan pendidikan.

Pemanfaatan Ragam Teks Tiktok dalam Implementasi Kurikulum Merdeka

Oleh: Surya Ningsi Buana Hati Samosir

SMA Negeri 1 Mendoyo, Bali

Prolog

Pemanfaatan ragam teks Tiktok terbukti mampu membangkitkan minat siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan oleh penulis, responden/siswa berjumlah 35 orang di SMA Negeri 1 Mendoyo cenderung memberikan respons positif terhadap pemanfaatan ragam teks Tiktok.  Guru dapat memperkaya pembelajaran dengan memanfaatkan ragam teks Tiktok agar siswa tertarik atau termotivasi untuk mengikuti proses kegiatan pembelajaran. Ragam teks tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif stimulasi awal untuk membahas materi atau topik pembelajaran yang lebih kompleks.

Pembahasan

Kurikulum 2013 telah berganti menjadi Kurikulum Merdeka. Fokus utama Kurikulum Merdeka adalah untuk memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki beragam karakteristik. Fleksibilitas dalam Kurikulum Merdeka menjadikan guru tidak terbebani oleh tuntutan intensitas pencapaian materi pelajaran yang ditargetkan oleh pemerintah. Guru menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan keadaan/kondisi siswa.

Guru dapat menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan keadaan/kondisi siswa dengan beberapa cara berikut:

1. Memperhatikan tingkat pemahaman siswa

    Guru dapat menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan memperhatikan sejauh mana siswa memahami dasar materi yang akan diajarkan. Jika siswa sudah memahami dasar materi, maka guru dapat menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai, sedangkan jika siswa kesulitan memahami dasar materi, maka guru harus mengulang materi sebelumnya.

    2. Membuat pengajaran interaktif

      Guru dapat membuat pengajaran yang lebih interaktif dengan meminta siswa untuk berpartisipasi dalam diskusi, presentasi, dan latihan-latihan. Dengan cara ini, guru dapat mengetahui sejauh mana siswa memahami materi dan dapat menyesuaikan kecepatan mengajarnya dengan respons siswa.

      3. Menggunakan variasi metode pengajaran

      Guru dapat menggunakan berbagai metode pengajaran seperti ceramah, presentasi, diskusi kelompok, latihan-latihan, atau menyimak isi teks dalam Tiktok. Dengan menggunakan variasi metode pengajaran, guru dapat menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan cara yang lebih efektif dan memperhatikan kebutuhan siswa.

      4. Membuat rencana pengajaran yang fleksibel

      Guru dapat membuat rencana pengajaran yang fleksibel yang memungkinkan untuk menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan kondisi siswa. Dalam rencana pengajaran ini, guru dapat menyesuaikan materi yang diajarkan, metode pengajaran, dan evaluasi yang tepat sehingga siswa dapat memahami materi dengan lebih baik dan efektif.

      Kurikulum Merdeka yang cenderung masih baru tersebut tentu menimbulkan tantangan bagi guru karena munculnya istilah-istilah baru, konsep baru, dan format baru. Kondisi yang paling sering muncul dalam pengamatan penulis adalah guru masih belum bisa move on atau bergerak keluar dari zona nyaman. Guru masih terpaku dengan materi ragam teks yang terdapat di dalam buku paket.

      Implementasi Kurikulum Merdeka memfasilitasi siswa memperoleh ragam teks yang lebih luas dan dinamis agar pesan atau informasi dapat tersampaikan dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran berbasis teks menjadi hal yang sangat penting untuk diteliti. Bagaimanapun, ragam teks menjadi kunci pemahaman dalam proses pembelajaran Kurikulum Merdeka. Proses penyampaian informasi tentu selalu bersinggungan atau berkaitan dengan ragam teks. Namun, masih banyak guru yang belum bisa melakukan improvisasi dan modifikasi terhadap ragam teks yang terdapat di dalam buku paket.

      Dalam Kurikulum Merdeka, sudah seharusnya guru memperkaya teks yang terdapat di dalam buku paket. Oleh karena itu, guru perlu kreatif untuk menjadikan ragam teks hasil kreasi guru sebagai media pembelajaran. Mengapa memilih ragam teks Tiktok? Ragam teks Tiktok diharapkan dapat menjadikan siswa merasa dekat dengan teks yang dibicarakan atau dituliskan. Kondisi faktual dan aktual akan tercipta sehingga menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih efektif.

      Ragam teks Tiktok adalah salah satu bentuk media sosial yang sangat populer di kalangan generasi muda saat ini. Tiktok menawarkan cara yang kreatif dan menarik untuk berbagi pesan, termasuk pesan-pesan pendidikan. Teks Tiktok dapat berupa deskripsi atau pengisahan video pendek yang menyampaikan pesan dengan cara yang menyenangkan dan menarik, seperti beropini atau berargumen, kisah perjalanan, atau kisah bersama hewan-hewan peliharaan, ulasan produk atau makanan, dll. Melalui ragam teks Tiktok, siswa dapat belajar dengan cara yang lebih interaktif dan kreatif, sehingga dapat meningkatkan minat dan motivasi mereka dalam belajar.

      Selain itu, penggunaan ragam teks Tiktok juga dapat membantu mengatasi masalah kurangnya minat baca di kalangan siswa. Dalam video Tiktok, siswa dapat melihat gambar dan video yang menarik, sehingga pesan yang disampaikan akan lebih mudah dipahami dan diingat. Selain itu, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami juga dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca dan pemahaman siswa.

      Dengan memanfaatkan ragam teks Tiktok dalam proses pembelajaran, diharapkan dapat menciptakan kondisi faktual dan aktual yang lebih baik. Siswa dapat lebih mudah memahami dan mengaplikasikan materi yang diajarkan, karena mereka dapat melihat langsung contoh-contoh atau situasi yang dijelaskan dalam teks Tiktok.

      Dalam rangka meningkatkan efektivitas proses pembelajaran, penting bagi guru untuk memilih teks Tiktok yang relevan, mendidik, dan sesuai dengan materi yang sedang diajarkan. Selain itu, guru juga perlu mengikuti perkembangan terbaru dalam ragam teks Tiktok agar dapat memanfaatkannya dengan maksimal dalam proses pembelajaran.

      Kurikulum Merdeka memberikan guru kesempatan untuk lebih leluasa memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa. Proyek untuk menguatkan pencapaian Profil Pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Proyek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran. Hal tersebut didukung oleh hukum perundang-undangan yang didapatkan dari portal jdih.kemdikbud.go.id tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Nomor 262/M/2022, menuliskan bahwa prinsip pembelajaran yang relevan dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya siswa Selanjutnya dijelaskan juga bahwa perencanaan serta pelaksanaan pembelajaran dan asesmen yang dilakukan oleh satuan pendidik dan pendidik diberi keleluasaan untuk memilih bahan teks dalam proses pembelajaran.

      Alwi (2002) mendefinisikan teks sebagai wacana tertulis. Namun, teks dalam Kurikulum Merdeka bukan hanya sekadar naskah tertulis. Cakupan teks menjadi lebih luas. Hal tersebut tertulis dalam salinan Kepmendikbudristek No.56 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum, yang menyatakan bahwa prinsip pembelajaran harus dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya siswa. Oleh karena itu, teks bisa saja dalam bentuk lisan dan gambar visual/audiovisual. Seperti yang dinyatakan oleh Mahsun (2013), teks adalah ungkapan pemikiran yang kontekstual atau situasional. Oleh karena itu, ragam teks berwujud video Tiktok sangat bisa dijadikan pemantik untuk mendorong rasa ingin tahu siswa.

      Ramadhan (2020) mengungkapkan bahwa Tiktok memiliki daya tarik yang mampu memberikan motivasi belajar pada siswa dengan mempermudah pemahaman materi pembelajaran yang dijelaskan dengan baik dalam durasi singkat. Selanjutnya Bulele (2020) juga menuliskan bahwa Tiktok menjadi media sosial yang digemari oleh guru dan siswa karena mampu menghibur dan mengedukasi. Hasil penelitian tersebut mendeskripsikan Tiktok yang menampilkan wujud teks yang beragam. Teks bukan hanya bentuk tertulis saja.

      Sejumlah penelitian terkait penggunaan media sosial sebagai bahan ajar telah dilakukan. Gunawan (2017) mengungkapkan bahwa media sosial dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru dan siswa. Nasution (2020) juga menuliskan bahwa media sosial yang sering digunakan oleh generasi Z seperti Facebook, Whatsapp, Twitter, dan Instagram dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang efektif apabila direncanakan dengan matang. Selanjutnya Bulele (2020) menuliskan dalam jurnalnya bahwa Tiktok dapat menghibur sekaligus mengedukasi. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Herdiati, dkk. (2021) yang menyebutkan bahwa Tiktok dapat menjadi media pembelajaran yang mendukung kebijakan sistem pembelajaran 4.0 yang berbasis teknologi.

      Arif Barata (2022) seorang komika Indonesia sekaligus Tiktokers yang memiliki kemampuan merangkai kalimat dengan sangat apik sehingga menimbulkan kesan lucu di mata dan telinga pendengar/penonton, mengungkapkan bahwa ketika mata dihibur, audio atau telinga harus dihibur juga. Oleh karena itu, guru juga perlu kreatif dalam proses pembelajarannya dengan memanfaatkan audio/suara yang mendukung. Harus diperhatikan bahwa teks bukan hanya sekadar tulisan, tetapi juga  suara/audio, gambar, dan video.

      Oleh karena itu, penggunaan berbagai ragam teks dalam proses kegiatan pembelajaran berpotensi menumbuhkah minat atau motivasi belajar dan meningkatkan pemahaman siswa terkait materi atau topik yang dipelajari. Dengan memanfaatkan ragam teks Tiktok, siswa menjadi terlibat aktif dalam proses kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa menjadi kreatif dalam membuat konten-konten pembelajaran yang berkaitan dengan materi atau topik pembelajaran. Kondisi tersebut berdampak pada peningkatan keterampilan digital siswa.

      Daftar Pustaka

      Alwi, Hasan, et. Al. 2022. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdinkas dan Balai Pustaka.

      Bulele,Y. N. 2020. Analisis Fenomena Sosial Media dan Kaum Milenial: Studi Kasus Tiktok. Conference on Business, Social Sciences and Innovation Technology, 1(1), 565-572

      Gunawan, I. G. D. 2017. Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Media Pendidikan Agama Hindu. Bawi Ayah: Jurnal Pendidikan Agama dan Budaya Hindu, 8(2), 16-27. https://doi.org/10.33363/ba.v8i2.293

      Herdiati, D., dkk. 2021. Pemanfaatan Aplikasi Tiktok Sebagai Media Pembelajaran Musik di SMA Negeri 1 Muara Enim, Sumatera Selatan. Virtuoso: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Musik, 4(2), 111-119

      Kemendikbud. 2022. Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

      Kemendikbud. 2022. Salinan Kepmendikbudristek No.56 ttg Pedoman Penerapan Kurikulum. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. jdih.kemdikbud.go.id

      Mahsun. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks. Kompas Edu. 27 Februari 2013. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2022

      Nasution, S. K. P. 2020. Integrasi Media Sosial dalam Pembelajaran Generasi Z. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan,13(1), 80-86. https://doi.org/10.24036/tip.v13i1.277

      Ramadhan, R. 2020. Aplikasi Tiktok sebagai Media Pembelajaran BahasaArab Baru di Zaman Digital. Multaqa Nasional Bahasa Arab, 3(1).