Home » Articles posted by Publikasi PPPPTK Matematika (Page 2)

Author Archives: Publikasi PPPPTK Matematika

Bagaimana Cara Guru Memudahkan Siswanya Mengingat Pelajaran?

Oleh : Fadjar Shadiq, M.App.Sc

Merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dibantah bahwa para siswa SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA memiliki pikiran, keinginan, harapan, kepribadian, dan sifat yang berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya. Perbedaan yang paling nyata di bidang intelektual, dapat ditengarai dengan adanya siswa yang sangat cepat, biasa-biasa saja, dan bahkan ada juga yang sangat lambat menangkap materi yang disampaikan gurunya. Tidak hanya itu, ada siswa yang sangat mudah mengingat sesuatu, namun tidak sedikit juga dari para siswa yang mengalami kesulitan jika menghafal sesuatu; seperti menghafal atau mengingat rumus, pengertian, teorema, ataupun dalil. Pada hakekatnya pembelajaran matematika menekankan pada kemampuan berpikir logis, kreatif dan sistematis, bukan pada hafalan. Bayangkan jika ada siswa yang lupa suatu rumus matematika maupun sainsyang sangat penting, tentunya siswa tersebut akan mengalami kesulitan ketika diminta menyelesaikan soal yang membutuhkan rumus tersebut. Melalui tulisan ini, akan dibahas beberapa cara guru memudahkan siswa mengingat pelajaran, tanpa mengabaikan aspek penanaman kemampuan berpikir logis, kreatif dan sistematis pada siswa.

download file artikel

 

Belajar Memecahkan Masalah Yuk

Oleh : Fadjar Shadiq, M.App.Sc

Pentingnya Belajar Matematika dan Memecahkan Masalah

Mengapa setiap orang harus belajar matematika? Apa sih hebatnya matematika itu? Alasannya, matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, memiliki peran penting dalam berbagai disiplin ilmu lainnya dan dapat memajukan daya pikir manusia. Dengan belajar matematika setiap orang akan dibekali dengan kemampuan agar dapat berpikir secara logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan untuk bekerjasama.

Sebagai tambahan, setiap orang, siapapun dia, akan selalu dihadapkan dengan masalah yang harus dipecahkannya selama hidupnya. Karena itu, menurut pakar pendidikan matematika, puncak keberhasilan pembelajaran matematika adalah ketika para siswa dapat memecahkan masalah yang mereka hadapi di kelak kemudian hari, di dalam kehidupan nyata sehari-hari mereka. Karena itulah para siswa harus belajar memecahkan masalah selama duduk di bangku sekolah. Asumsinya adalah bahwa kemampuan tersebut akan jauh lebih penting daripada jika para siswa hanya memiliki pengetahuan matematika saja.

Pada proses pemecahan masalah matematika, para siswa harus dapat memanfaatkan pengetahuan matematika, memanfaatkan kemampuan bernalar dan berkomunikasi, serta memiliki sikap yang baik terhadap matematika. Karena itulah, formulasi tujuan pembelajaran matematika ke-3 adalah agar para siswa dapat: ‘Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.’ Naskah ini disusun dengan maksud untuk membantu guru dan para siswa agar menjadi pemecah masalah yang tangguh.

Download artikel ” belajar memecahkan masalah”

Bagaimana Mengajar Pembuktian?

Oleh : Fadjar Shadiq, M.App.Sc

Hal yang perlu dibuktikan sangat banyak. Contohnya rumus luas persegipanjang dengan lambang L = p ´ l. Contoh lain adalah rumus suku ke-n barisan aritmetika dengan lambang Un = a + (n – 1) b. Keduanya harus dibuktikan. Baik L, p, maupun l memiliki arti sendiri-sendiri. L melambangkan luas persegi panjang tersebut, p melambangkan ukuran panjangnya, serta l melambangkan ukuran lebarnya. Begitu juga lambang Un, a, n, dan b berturut-turut melambangkan suku ke-n barisan aritmetika, suku pertama, banyaknya suku, dan beda. Bagaimana membuktikannya? Yang jelas pembuktian untuk siswa SD/MI  akan berbeda dengan siswa SMP/Mts,  SMA/SMK/MA, dan mahasiswa.

download file artikel

 

Google drive untuk pendidikan

Oleh : Muda Nurul K

Kemajuan teknologi membawa kemudahan-kemudahan dalam kehidupan manusia. Salah satu bentuk perkembangan teknologi internet adalah  munculnya layanan cloud computing. Cloud computing adalah penggunaan sumber daya komputasi (hardware dan software) yang diwujudkan dalam bentuk layanan yang bisa diakses melalui jaringan internet.  Dengan adanya layanan cloud computing ini memungkinkan seseorang untuk membuat dokumen online. Pengguna dokumen online dapat mengelola (menyimpan/menambah dokumen, menghapus, mengedit, menggunakan) dokumen secara online, menggunakan secara bersama sumber daya, berkolaborasi dari mana pun, kapan pun tanpa terkendala adanya jarak.

Salah satu penyedia layanan cloud computing  adalah Google. Google dengan layanan Google Drive memfasilitasi penggunanya untuk berkolaborasi, membuat, menyimpan dan membagi  dokumen dengan pengguna lainnya. Untuk layanan simpan,  Google Drive memberikan layanan penyimpanan dengan kapasitas cukup besar, yaitu 5 GB dan bisa ditambah dengan berbayar. Adanya layanan manajemen dokumen online oleh Google memberikan kemanfaatan yang besar untuk dunia pendidikan.

download artikel google drive

Pembelajaran Kontekstual? Mengapa Tidak?

Oleh: Dr. Supinah
(Widyaiswara PPPPTK Matematika) 
 

Pada peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia (RI)  No. 19 Th. 2005 Standar Nasional Pendidikan BAB IV pasal 19, disebutkan bahwa, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Biro Hukum BPK-RI, 2006: 12).Hal tersebut menunjukkan bahwa transfer kurikulum kepada peserta didik atau siswa oleh pendidik atau guru hendaknya melalui proses belajar mengajar yang terencana dan berpola dengan melibatkan peran aktif siswa.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional dan  menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar nasional, salah satu terobosan yang dilakukan pemerintah lewat Depdiknas  adalah melakukan pergeseran paradigma dalam proses pembelajaran, yaitu dari teacher active teaching menjadi student active learning. Maksudnya adalah orientasi pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada  siswa (student centered). Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa,  guru diharapkan dapat berperan sebagai fasilitator yang akan memfasilitasi siswa dalam belajar, dan siswa sendirilah yang harus aktif belajar dari berbagai sumber belajar.

Download file artikel Pembelajaran Kontekstual

 

 

Bagaimana mengukur aktifitas siswa dalam pembelajaran

Oleh: Dr. Supinah
(Widyaiswara PPPPTK Matematika)

Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan dasar dan menengah harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendiknas RI No. 41, 2007: 6). Apabila dicermati apa yang dikemukakan dalam Permen tersebut menunjukkan bahwa peran aktif siswa dalam pembelajaran merupakan suatu keharusan. Hal ini menunjukkan bahwa mengajar yang didesain guru harus berorientasi pada aktivitas siswa.

Menurut As’ari (2000) perilaku pembelajaran yang diharapkan seharusnya adalah sebagai berikut: (1) pemberian informasi, perintah, dan pertanyaan oleh guru mestinya hanya sekitar 10 sampai dengan 30 %, selebihnya sebaiknya berasal dari siswa; (2) siswa mencari informasi, mencari dan memilih serta menggunakan sumber informasi (3) siswa mengambil inisiatif lebih banyak; (4) siswa mengajukan pertanyaan; (5) siswa berpartisipasi dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran; (6) ada penilaian diri dan ada penilaian sejawat.

download artikel bagaimana mengukur aktifitas siswa

Kontes Penulisan Artikel Media Teknologi Informasi

 

Bulan Februari 2012 yang lalu Unit Media Teknologi Informasi (MTI) PPPPTK Matematika menyelenggarakan Kontes Penulisan Artikel  Tahap I (diharapkan ada tahap berikutnya), di mana  pada tahap pertama ini mengambil tema “Pemanfaatan media pembelajaran dalam proses pembelajaran matematika di kelas.” Kegiatan ini dipublikasikan melalui Facebook Page Unit MTI. Sasaran dari kontes ini adalah guru matematika semua jenjang sekolah, pemerhati matematika. Tujuan kontes ini adalah menumbuhkan minat menulis guru-guru matematika dan juga untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan media teknologi informasi untuk pembelajaran di kelas. Dalam kontes ini ditetapkan ketentuan penulisan, diantaranya:

  • Artikel dituangkan dalam bentuk narasi (diharapkan menyertakan file atau foto jika diperlukan).
  • Tidak ada format penulisan yang baku, yang penting singkat, padat, dan ide tersampaikan.
  • Artikel adalah hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.
  • Artikel yang dikirim boleh dipublikasikan untuk umum.

Pada akhir kontes berhasil dihimpun 12 artikel yang menurut juri memenuhi kriteria kontes. Penjurian dilakukan oleh widyaiswara TI dari PPPPTK Matematika dengan kriteria penilaian:

  • Kualitas tulisan, terutama ide dan kejelasan cara penyampaian.
  • Keaslian/orisinalitas.
  • Kelengkapan dokumen, yakni menyertakan file-file media yang digunakan.

Dari 12 artikel yang memenuhi kriteria, kemudian dilakukan penilaian lebih lanjut berdasarkan kriteria penilaian dan hasilnya ada 3 artikel terbaik dengan urutan sebagai berikut:

1.      Visualisasi Perkalian dengan ‘Powerful’ Powerpoint, yang ditulis oleh Abdul Karim dari SD Nasima Semarang, Jawa Tengah.

2.      Pembuatan bahan ajar elektronik dengan eXe, yang ditulis oleh Ema Butsi Prihastari, mahasiswi Pascasarjana UNNES, Semarang, Jawa Tengah.

3.      Making Mathematics Learning Excited : kejutan-kejutan di Edmodo, yang ditulis oleh Yani Pieter Pitoy, dari SMK Negeri 1 Sonder, Minahasa, Sulawesi Tenggara.

Dengan ide cerdas dan baik, Abdul karim menggunakan powerpoint yang disanding dengan Visual Basic Application untuk menjelaskan konsep perkalian, di mana siswa diberikan tutorial singkat tentang konsep perkalian sekaligus visualisasi perkalian dua bilangan dan siswa bisa langsung mencoba atau mempraktekkan sendiri. Setelah mempelajari teori secara singkat, kemudian siswa diberikan lembar kerja perkalian dua bilangan. Dalam tulisannya Abdul karim juga menjelaskan bahwa dengan tool yang sederhana dapat digunakan untuk menghasilkan karya yang powerfull. Wah, inovatif dan kreatif!

Selain karyanya yang cukup menarik dan inovatif, ada kutipan kalimat di dalam artikel yang ditulis Abdul Karim yang perlu kita cermati bersama yaitu “Kesulitan belajar dan menguasai matematika dasar, penjumlahan,pengurangan, perkalian, dan pembagian berawal dari proses pembelajaran yang salah. Anak, umumnya ketika pertama kali belajar matematika, langsung masuk ke tahap pembelajaran abstrak. Yang dimaksud dengan pembelajaran abstrak adalah anak langsung dikenalkan dengan simbol angka. Hal ini bertentangan dengan proses belajar yang benar.”

Ide Ema Butsi tidak kalah menarik, di dalam artikelnya Ema Butsi memaparkan tentang bagaimana menggunakan eXe untuk membuat bahan ajar matematika elektronik. Ema Butsi juga memberikan langkah demi langkah cara membuat bahan ajar dengan eXe, bahkan dilengkapi dengan RPP, storyboard dan flowchart media yang akan dibuat. Cukup lengkap dan kreativitasnya patut ditiru!

Edmodo, social network mampu meningkatkan gairah belajar matematika siswa SMK 1 Sonder, di mana siswa lebih bersemangat belajar matematika, bahkan ketagihan untuk mengerjakan soal-soal matematika. Hal ini terjadi karena Sang Guru, Yani Pieter Pitoy yang merupakan alumni diklat Mathematics Mobile Learning (MML) PPPPTK Matematika menerapkan materi social network yang didapat pada waktu diklat MML tersebut. Ya, Yani menggunakan Edmodo untuk mengeksplorasi kegiatan pembelajaran dan juga sebagai media pembelajaran matematika. Hasilnya cukup mengejutkan, siswa sangat antusias belajar matematika, karena mereka merasa pelajaran matematika kini lebih menarik dan menyenangkan. Sebuah pendekatan pembelajaran yang patut dikembangkan dan ditiru oleh pendidik lainnya.

Berikut daftar peserta yang mendapatkan juara :

Juara I : Abdul Karim

  1. link download hasil karya berupa artikel
  2. link download hasil karya berupa software

Juara II : Ema Butsi

  1. link download hasil karya berupa artikel

Juara III : Yani Pieter Pitoy

  1. link download hasil karya berupa artikel

 

Beberapa Teori Belajar

 

Oleh : Angga Kristiyajati

Belajar adalah suatu aktifitas atau kegiatan dimana terdapat sebuah proses dan tahapan dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti, tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai hasil yang optimal sesuai dengan tujuan kegiatan tersebut. Belajar adalah merupakan proses perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku atau pemikiran sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar adalah dampak darui adanya interaksi antara rangsangan dan tanggapan. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Berikut adalah beberapa tokoh tentang teori belajar:

Edward L Thorndike

Lahir di Williamsburg, Massachusetts, U.S. pada tanggal 31 Agustus 1874 dan wafat pada tanggal 9 Agustus 1949 di Montrose, New York.

Edward Lee Thorndike adalah ahli psikologi yang melakukan penelitian pada perilaku hewan dan proses pembelajaran yang saat ini dikenal sebagai Theoruy of Connectionism, yang menyatakan bahwa perilaku respond terhadap stimulus tertentu dibentuk oleh suatu rangkaian kegiatan coba-coba (Trial and error) yang mempengaruhi neural connections antara stimulus dan respond yang paling diinginkan.

Ia memahami bahwa perubahan adptif pada perilaku binatang dapat dianalogikan pada pembelajaran pada manusia dan mengusulkan rangkaian perilaku tersebut (connection) bisa diramalkan oleh aplikasi dua hukum, yaitu:

1. Law of Effect (Hukum Efek)

Hukum efek menyatakan bahwa tingkah laku respon yang paling dekat diikuti oleh hasil yang memuaskan dapat dipastikan untuk menjadi pola yang mapan dan menjadi teladan. Respon yang sama akan diberikan apabila stimulus yang sama diberikan lagi.

2. Law of Exercise (Hukum Latihan)

Hukum latihan menyatakan bahwa perilaku akan semakin kokoh apabila hubungan stimulus-respon sering dilakukan.

Thorndike juga menyatakan bahwa reward akan menguatkan perilaku hubungan stimulus-respon yang diharapkan (benar) dan punishment akan melemahkan perilaku hubungan stimulus-respond yang tidak diharapkan (salah).

(Sumber : Britannica Ultimate Reference Suite 2007)

B. F. Skinner

Lahir pada tanggal 20 Maret 1904 di Susquehanna, Pennsylvania, U.S.

Wafat pada 18 Agustus 1990, Cambridge, Massachusetts

(Sumber : Britannica Ultimate Reference Suite 2007)

Teori belajar Skinner didasarkan atas gagasan bahwa belajar adalah fungsi perubahan perilaku individu secara jelas. Perubahan perilaku tersebut diperoleh sebagai hasil respon individu terhadap kejadian (stimulus) dari lingkungan. Penelitian yang dilakukan Skinner dipengaruhi oleh percobaan Pavlov dan ide-ide John Watson (bapak behaviorisme). Salah satu hasil penelitiannya yang terkenal adalah kotak Skinner (Skinner’s Box). Ketertarikan Skinner terhadap perilaku individu terletak pada stimulus-respon (SR) yang dihasilkan.

Penguatan merupakan unsur terpenting dari teori SR Skinner. Penguatan stimulus diberikan berulang-ulang agar dapat memperkuat respon yang dikehendaki. Sehingga perilaku individu dikontrol oleh penguatan stimulus yang mengikutinya. Ukuran perilaku individu yang terpenting adalah tingkatan atau kecepatan responnya. Perilaku individu yang diamati Skinner agak berbeda dengan perilaku yang diamati dalam teori behaviorisme sebelumnya (Pavlov, Thorndike, Hull). Dalam teori behaviorisme Skinner, dikenal istilah responden dan operan. Responden merupakan respon-respon individu yang secara otomatis diperoleh melalui stimulus yang sudah dikenal dan relatif tetap. Sedangkan dalam pengkondisian operan, stimulus awal tidak selalu dapat diketahui, individu hanya sekedar memunculkan respon-respon yang dikontrol oleh penguatan stimulus yang mengikutinya. Menurut Skinner, perilaku operan lebih berperan dalam kehidupan manusia disbanding perilaku responden. Hal inilah yang mendasari teori Skinner tenang pengkondisian operan (operant conditioning).

Robert Gagne

Teori belajar yang disebut pula teori perkembangan mental berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental peserta didik (Ruseffendi, 1988). Dalam perkembangannya, ”belajar” memiliki definisi tersendiri. Belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan (Sudjana, 1991: 5). Burton (dalam Knowles, 1986:5) menyatakan ”learning is change in the individual, due to the interaction of that individual, and his environment, which fills a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment”. Ini menyiratkan bahwa belajar adalah suatu perubahan secara individu, berkaitan dengan interaksi antara individu dengan lingkungannya, dalam pemenuhan kebutuhannya dan membuat mereka lebih cakap dalam hubungannya dengan lingkungannya.

Disisi lain, Gagne menyatakan bahwa ”Learning is a change in human disposition or capability, which can be retained, and which is not simply ascribable to the process of growth”. Ini berarti bahwa belajar adalah perubahan dalam pembawaan atau kesanggupan manusia, yang dapat dikendalikan, dan tidak dapat disederhanakan menjadi suatu proses perkembangan.

Lebih lanjut, melalui penelitiannya Gagne (dalam Bell-Gredler, 1986:116) mengidentifikasi tiga prinsip yang memberikan kontribusi terhadap kesuksesan pengajaran. Ketiga prinsip tersebut diantaranya: (1) Menyediakan pengajaran dalam sekelompok komponen tugas yang membangun kearah tugas akhir; (2) memastikan bahwa setiap komponen tugas merupakan bagian yang dikuasai; dan (3) rangkaian komponen tugas untuk menjamin transfer optimal untuk tugas akhir.

William Brownell

William Artur Brownell dilahirkan tanggal 19 mei 1895 dan wafat pada tanggal 24 mei 1977, yang mendedikasikan hidupnya dalam dunia pendidikan. Brownell (1935) “…he characterized his point of view as the “meaning theory.” In developing it, he laid the foundation for the emergence of the “new mathematics.” He showed that understanding, not sheer repetition, is the basis for children’s mathematical learning…” pada penelitiannya mengenai pembelajaran anak khususnya pada aritmetika mengemukakan belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian atau yang dikenal dengan Meaning Theory (teori bermakna) dan dalam perkembangannya ia meletakkan pondasi munculnya matematika baru. Jika dilihat dari teorinya ini sesuai dengan teori belajar-mengajar Gestalt yang muncul pada pertengahan tahun 1930. Dimana menurut teori Gestalt, latihan hafalan atau yang dikenal dengan sebutan drill adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Cara drill diberikan setelah tertanam pengertian.

Meaning Theory yang diperkenalkan oleh Brownel merupakan alternatif dari Drill Theory (teori latihan hafal/ulangan). Menurut Brownell dalam belajar orang membutuhkan makna, bukan hanya sekedar respon otomatis yang banyak. Maka dengan demikian teori drill dalam pembelajaran matematika yang dikembangkan atas dasar teori asosiasi atau teori stimulus respon, menurutnya terkesan bahwa proses pembelajaran matematika khususnya aritmetika dipahami semata-mata hanya sebagai kemahiran.

Jean piaget

Lahir pada tanggal 9 Agustus 1896 di Neuchâtel, Switzerland

Meninggal pada 16 September 1980 di Geneva

(Sumber : Britannica Ultimate Reference Suite 2007)

Jean Piaget adalah anak tertua dari pasangan suami istri Arthur Piaget, seorang profesor Kesusastraan abad pertengahan dan Rebecca Jackson, pada usia 11 tahun di Neuchâtel Latin high school, dia menulis suatu ulasan tentang albino sparrow, Piaget telah diberi gelar sebagai seorang interaktionis dan juga konstruktivis.

Piaget membagi tahapan perkembangan kognitif menjadi empat tahap, yaitu sebagai berikut:

a) Periode Sensorimotor (0-2 tahun)

b) Tahapan Praoperasional (2-7 tahun)

c) Tahapan Operasional Konkrit (7-11 tahun)

d) Tahapan Operasional Formal (11 tahun ke atas)

Dalam bukunya yang berjudul To Understand Is to Invent, Piaget mengatakan bahwa prinsip dasar dari metode aktif dapat dijelaskan sebagai berikut: Untuk memahami harus menemukan atau merekonstruksi melalui penemuan kembali dan kondisi seperti ini harus diikuti jika menginginkan seseorang dibentuk guna mampu memproduksi dan mengembangkan kreativitas dan bukan hanya sekedar mengulangi. Dalam pembelajaran aktif, guru harus memiliki keyakinan bahawa siswa akan mampu belajar sendiri.

Jerome Bruner

Lahir pada tanggal 1 Oktober 1915 di New York, N.Y., U.S.

Tulisan-tulisan Bruner membantu untuk menggambarkan konsep milik Piaget tentang level perkembangan kognitif di dalam kelas. Bukunya yang berjudul The Process of Education(1960) adalah buku miliknya yang paling banyak diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Buku tersebut berisi tentang studi dari reformasi kurikulum. Pada bukunya tersebut dia menerangkan bahwa setiap subjek bisa dipikirkan pada setiap anak pada setiap level perkembangan, jika subjek tersebut disampaikan secara tepat. Menurut bruner setiap anak memiliki kekhawatiran dan ketertarikan yang alami yang mampu menjadikan mereka berkompeten di berbagai tugas. Jika tugas disampaikan terlalu sulit maka akan mengakibatkan mereka menjdai bosan. Seorang guru, menurut Bruner, harus menyampaikan materi pelajaran dengan cara yang tepat dengan level perkembangan kognitif siswa. Bruner juga mempelajari persepsi anak, dimana dia menyimpulkan bahwa nilai individu masing-masing anak secara signifikan mempengaruhi persepsi mereka.

(Sumber : Britannica Ultimate Reference Suite 2007)

Zoltan Dienes

Dienes membagi 6 tahapan dalam mempelajari matematika

Tahapan I

Sebagian besar orang ketika dihadapkan pada situasi dimana mereka tidak yakin bagaimana mengatasinya, mereka akan melakukan suatu aktifitas “trial and error”.

Tahapan II

Setelah beberapa kali percobaan, biasanya terjadi keseragaman dalam sebuah situasi, yang bisa dirumuskan sebagai suatu aturan permainan(Rules of a game)

Tahapan III

Suatu kali ketika kita mendapatkan anak-anak memainkan sejumlah permainan matematika, maka tiba saatnya ketika permainan-permainan tersebut bisa didiskusikan dan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya.

Tahapan IV

Akan tiba saatnya ketika siswa telah mengindentifikasi muatan abstrak dari sejumlah permainan dan praktis membawa beberapa gambaran dari inti dan maksud dari aktifitas-aktifitas yang beragam tersebut.

Tahapan V

Pada level ini sudah saatnya untuk mempelajari representasi atau memetakan dan menyelidiiki beberapa sifat-sifat dasar yang dimiliki oleh semua permainan tersebut.

Tahapan VI

Tahapan uraian dari simbolisasi bisa didapatkan dengan sangat panjang dan terkadang berlebihan. Pada tahapan ini siswa dapat melakukan aktifitas deduksi.

 


REFERENSI

Bruner, Jerome S(eymour). (2009). Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica.

Thorndike, Edward L.. (2009). Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica.

Skinner, B.F. . (2009). Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica.

http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_M._Gagn%C3%A9

Piaget, Jean. (2009). Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica.

Bruner, Jerome S(eymour). (2009). Encyclopædia Britannica. Encyclopædia Britannica 2007 Ultimate Reference Suite. Chicago: Encyclopædia Britannica.

http://www.zoltandienes.com/sixstages.html

Suherman, Erman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. MIPA UPI. Bandung.

Subarinah, Sri (2006). Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Dikti, Jakarta.

William Arthur Brownell, Education: Berkeley , University of California: In Memoriam, September 1978

Crain, William. (2007). Teori Perkembangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hergenhahn B.R & Olson M.H,. (2008) Theories of Learning (Edisi ketujuh). Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hill, F. Winfred. (2009). Theories of Learning. Bandung: Nusamedia.

Hudojo H,. (1988). Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud

Skemp, R.R. (1971). The Psychology of learning mathematics. Suffulk: Ricard Clay Ltd.

Uno H.B,. (2008). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara

tip.psychology.org/skinner.html

 

Menyusun Judul PTK

 

Mencari artikel tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK) khususnya di internet sudah banyak, buku-buku yang mebahas tentang PTK ini pun juga sudah banyak penerbit yang mencetak. Baik dari cara menyusun proposal hingga cara menyusun laporannya. Namun, ketika searching tentang cara membuat/menyusun Judul PTK ini masih jarang.

Guru dalam hal ini sebagai pelaku utama PTK, melaksanakan PTK dengan bertolak pada permasalahan di kelas. Permasalahan guru maupun permasalahan siswa. Permasalahan ini terjadi karena adanya kesenjangan antara idealisme dari harapan yang diinginkan dengan kenyataan yang ada.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyikapi permasalahan di kelas adalah

  1. Introspeksi yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas Anda
  2. Temukan masalahnya
  3. Tentukan fokus masalahnya
  4. Lakukanlah Penelitian Tindakan Kelas

Dengan demikian, maka PTK yang akan dilaksanakan benar-benar permasalahan yang ada di kelasnya sendiri, dan tertuju pada peningkatan kualitas proses  pembelajaran, bukan ke hasil saja.

Kemudian, bagaimanakah membuat judul PTK itu? Aturan apa saja dalam membuat judul PTK? Dari beberapa referensi yang saya baca, berikut beberapa aturan dalam menyusun judul PTK:

  1. Memuat what, who, dan how
  2. Menarik, ringkas dan jelas

Sebagai contoh, kita cermati kasus berikut ini.

Sebagian besar siswa kelas 3 SD MAJUJAYA masih belum paham tentang materi perkalian. Guru di kelas tersebut tidak memiliki cukup waktu untuk menjelaskan materi perkalian ke siswa, ada beberapa siswa yang sudah paham, sehingga guru menginginkan perlu adanya pembelajaran kelompok.

Dari kasus tersebut, guru akan melakukan PTK. Maka langkah awal adalah menyusun judul PTK.

Pertanyaan yang harus dijawab untuk menyusun judul PTK,

  1. What (Apa), Meningkatkan pemahaman perkalian matematika dan keaktifan siswa.
  2. How (Bagaimana), Melalui teknik think pair share dengan memanfaatkan kartu perkalian
  3. Who (Siapa), Siswa kelas 3 SD MAJUJAYA

Dari jawaban pertanyaan di atas, maka kita rangkai menjadi judul PTK yaitu “Upaya meningkatkan pemahaman perkalian matematika dan keaktifan siswa kelas 3 SD Majujaya dalam pembelajaran melalui teknik think pair share dengan memanfaatkan kartu perkalian”.

Dari judul PTK tersebut, maka kita susun rumusan masalah sebagai berikut:

  1. Apakah melalui teknik think pair share dengan memanfaatkan kartu perkalian dapat meningkatkan pemahaman perkalian matematika siswa kelas 3 SD Majujaya?
  2. Apakah melalui teknik think pair share dengan memanfaatkan kartu perkalian dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas 3 SD Majujaya?

Sebagai latihan, berdasarkan situasi pembelajaran yang Bapak-Ibu alami di kelas, susunlah:

  1. Judul PTK
  2. Rumusan Masalah

 

Sebagai bahan presentasi, saya lampirkan download file materi dalam .ppt

Oleh: Estina Ekawati

Menetapkan dan Merumuskan Masalah Penelitian Tindakan Kelas

Konsep penelitian tindakan bermula dari ide Kurt Lewin tahun 1946. Lewin menggunakan pendekatan penelitian tindakan setelah usainya perang dunia kedua dalam usaha menyelesaikan berbagai masalah sosial. Ide tersebut kemudian disempurnakan dan dikembangkan untuk tindakan kelas oleh para ahli sesudahnya, antara lain oleh Stephen Corey tahun 1953 dan John Elliot tahun 1976.  PTK merupakan salah satu kegiatan ilmiah yang disarankan untuk dilakukan guru. Dengan PTK berarti terdapat tindakan nyata dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan profesionalitas guru.

Walaupun begitu strategis, konsep dan fungsi PTK dalam peningkatan profesionalitas guru, namun ternyata banyak permasalahan yang penulis dapatkan saat bertugas dalam fasilitasi mengenai Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kepada guru dan juga pengawas dan kepala sekolah. Apa yang kemudian dapat disimpulkan antara lain bahwa diperlukan suatu prosedur yang cukup praktis bagi guru dan pendidik untuk dapat melakukan PTK. Walaupun demikian, kita tidak dapat melakukan hal secara praktis dengan meninggalkan teori, begitu pula kita tidak dapat melakukan hal berdasarkan teori belaka tanpa mengetahui pada tataran teknis pelaksanaannya. Oleh karena itu, walaupun akan disampaikan sepraktis mungkin, namun diusahakan masih dalam koridor teori mengenai penelitian tindakan.

Download File Lengkap: Menetapkan dan Merumuskan Masalah Penelitian Tindakan Kelas