Oleh : Rd. Achmad Surya Mi’raj Zain, S.Pd
SDN Murung Raya 1, Kalimantan Selatan
Mendengar kata merdeka, sudah barang tentu kita mempersepsikannya dengan kebebasan. Sebagai makhluk sosial manusia memiliki hak untuk merdeka tanpa terkungkung dalam belenggu penjajahan. Lalu bagaimana pelaksanaan konsep merdeka di dalam dunia Pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara Bapak Pendidikan Indonesia, mendidik dan mengajar merupakan proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekan manusia dari segala aspek kehidupan baik fisik, mental, jasmani, maupun rohani. Jadi, dapat dikatakan bahwa konsep merdeka belajar disini memberikan kebebasan kepada pendidik dalam memilih topik, metode, alat pembelajaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan zaman yang dilalui.
Merdeka belajar memiliki keterkaitan dengan landasan pendidikan humanisme, konstruktivisme dan progresivisme. Humanisme merupakan kemerdekaan atau bebas, pilihan personal dalam mengaktualisasikan diri mengembangkan potensi, berfungsi dan bermakna bagi lingkungannya. Konstruktivisme adalah kemerdekaan dalam mengeksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan siswa, sedangkan progresivisme menekankan kemerdekaan guru untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi siswa.
Sebagai pendidik tentunya masih hangat bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran jarak jauh. Proses pembelajaran tersebut mempunyai efek negatif jangka panjang terutama pada penanaman pendidikan karakter serta kemampuan prasyarat awal baik itu dari segi literasi maupun numerasi.
Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa berusia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Skor PISA ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi dalam hal kualitas belajar. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dan learning loss pun tidak dapat dihindarkan.
Berkaca pada hasil tersebut pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi mengeluarkan kebijakan yaitu penyederhanaan kurikulum dalam kondisi tak terduga (Kurikulum Darurat) dengan harapan dapat memitigasi dampak negatif dari masa pandemik yaitu learning loss. Dari hasil yang diperoleh 31,5% sekolah yang menggunakan kurikulum darurat menunjukkan bahwa penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% (literasi) dan sebesar 86% (numerasi).
Kurikulum darurat merupakan bentuk sederhana dari kurikulum 2013. Penyederhanaan ini dapat dilihat dari tuntutan konten (materi) yang esensial saja, selain itu pula pola pembelajaran walaupun secara jarak jauh masih berfokus pada pengembangan aktivitas dan aspek numerasi dan numerasi.
Seiring berjalannya waktu serta berakhirnya pandemi Covid-19, kondisi pembelajaran pun kembali ke sistem sedia kala dengan pola tatap muka 100%, kurikulum pun tentunya mengalami penyesuaian sesuai dengan perkembangan dan keadaan. Menyikapi hal tersebut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengeluarkan kebijakan regulasi KEPMEN Nomor 262/M/2022 Pengganti dari KEPMEN Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran. Pada Kepmen tersebut satuan pendidikan dapat memilih serta mengembangkan kurikulum berdasarkan kondisi yang terjadi di satuan pendidikan, potensi daerah, serta karakteristik peserta didik mereka. Salah satu kurikulum yang jadi optional adalah Kurikulum Merdeka.
Pada dasarnya Kurikulum Merdeka merupakan penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Seperti materi hanya fokus ke hal yang esensial saja dan pembelajaran berbasis aktifitas literasi dan numerasi, namun ada perbedaan terutama pada kerangka dasar dan kompetensi yang dituju. Pada aspek kerangka kurikulum darurat landasan utamanya Kurikulum 2013 adalah tujuan Sisdiknas dan Standart Nasional Pendidikan, sedangkan pada Kurikulum Merdeka hampir sama dengan Kurikulum Darurat namun ada penambahan yaitu pengembangan Profil Pelajar Pancasila. Hal yang sangat berubah terletak pada aspek kompetensi. Kompetensi pada Kurikulum Darurat berfokus pada KI dan KD Kurikulum 2013 yang disederhanakan sedangkan pada Kurikulum Merdeka kompetensi disusun berdasarkan pada capaian pembelajaran yang disusun berdasarkan tahapan atau fase yang di dalamnya berisi kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi satu kesatuan proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang holistik.
Kurikulum Merdeka memberikan kemerdekaan yang seluas-luasnya kepada peserta didik memilih materi pembelajaran. Melalui Kurikulum Merdeka, proses pembelajaran akan lebih maksimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan memperkuat kompetensinya.
Kurikulum Merdeka merupakan kebijakan merdeka belajar episode ke-15 dari 22 episode kebijakan yang sudah dikeluarkan. Kehadiran Kurikulum Merdeka memberikan secercah harapan bagi Pendidikan di Negeri Kita di Era Pasca Pandemik. Kurikulum ini lahir sebagai salah satu upaya perbaikan pembelajaran di satuan unit kerja. Struktur dari Kurikulum Merdeka pun lebih fleksibel sehingga pendidik dapat lebih leluasa mengajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Pendidik pun dapat menggunakan berbagai perangkat pembelajaran yang relevan sesuai dengan tahapan fase jenjangnya. Pembelajaran dalam struktur kurikulum dibagai menjadi 2 kegiatan pembelajaran utama yaitu pembelajaran regular atau biasa disebut dengan intrakulikuler serta Pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi acuan dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, atau Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran (CP).
Capaian pembelajaran dirumuskan ke dalam enam fase dengan jangka waktu sesuai tingkat kompetensi peserta didik. Biasanya untuk jenjang sekolah dasar setiap fase rentang waktunya selama 2 tahun. Lalu, apa itu fase dalam Kurikulum Merdeka? Istilah fase berbeda dengan kelas. Fase menunjukkan tingkat kompetensi setiap peserta didik terhadap suatu pembelajaran. Dalam satu kelas, kemungkinan fase capaian pembelajaran peserta didiknya berbeda-beda misalkan peserta didik A berada di kelas 4 yang termasuk fase B. Ternyata, tingkat kompetensi peserta didik tersebut berada di fase A. Maka, guru yang bersangkutan harus memberikan materi sesuai pemahaman peserta didik A, yaitu materi fase A. Secara umum pada jenjang sekolah dasar dari 6 Fase ada 3 Fase yaitu Fase A diperuntukkan kelas 1 dan 2, Fase B diperuntukkan tingkat 3 dan 4, serta Fase C diperuntukkan tingkat 5 dan 6.
Kurikulum Merdeka memiliki sumber kekuatan utama yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya yaitu penekanan pada pemanfaatan asesmen awal. Asesmen awal adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk mendapatkan data atau informasi yang akurat dari peserta didik baik itu dari segi kompetensi, gaya belajar, serta kemampuan akademiknya. Hasil dari asesmen tersebut akan menjadi tolak ukur dalam perancangan proses pembelajaran. Hasil dari asesmen awal juga bisa menjadi bahan refleksi bagi pendidik untuk memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Konsep pembelajaran di dalam Kurikulum Merdeka menggunakan pendekatan Teaching At The Right Level (TaRL). Proses pendekatan tersebut mengedepankan intervensi atau cara yang efektif yang diambil oleh pendidik dengan memberikan masukkan pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan apa yang ditemui di kelas. Jadi dapat dikatakan TaRL merupakan konsep pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada tingkatan capaian, gaya belajar, serta kemampuan kognitif peserta didik.
Peran pendidik di dalam Implementasi Kurikulum Merdeka dapat kita analogikan sebagai Koki Memasak. Bumbu-bumbu serta bahan baku diberikan oleh pemerintah berupa capaian pembelajaran yang akan dimasak jadi masakan yang lezat berupa alur tujuan pembelajaran supaya dapat dinikmati oleh peserta didik kita.
Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) adalah kumpulan tujuan pembelajaran yang dirangkai secara sistematis dan logis di dalam fase secara utuh dan menurut urutan pembelajaran sejak awal hingga akhir suatu fase. Alur ini disusun secara linear sebagaimana urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari untuk mengukur Capaian Pembelajaran. Alur tujuan pembelajaran disusun melalui kolaborasi guru antar fase. Tahapan dalam menyusun alur tujuan pembelajaran diantaranya menganalisis capaian pembelajaran, menurunkan capaian pembelajaran menjadi tujuan pembelajaran dengan mengidentifikasi yang mana termasuk kompetensi dan konten, selanjutnya menyusun tujuan pembelajaran tersebut dari awal sampai akhir fase. Alur tujuan pembelajaran juga dijadikan referensi dalam merancang pembelajaran dalam modul ajar.
Asesmen di dalam Kurikulum Merdeka ada 2 yaitu asesmen formatif dan sumatif. Tidak mengenal lagi istilah penilaian harian, penilaian tengah semester, maupun penilaian akhir semester. Di dalam Kurikulum Merdeka menilai peserta didik dilakukan secara holistik.
Beberapa penyederhanaan juga terletak pada penyatuan mata pelajaran seperti IPA dan IPS dan diintegrasikan menjadi IPAS yang diajarkan pada Fase B dan Fase C. Selain itu, pada mata pelajaran Seni Budaya dibagi menjadi empat, yaitu seni teater, seni tari, seni rupa, maupun seni musik. Peserta didik dipersilahkan untuk memilih mata pelajaran seni yang mereka sukai.
Berbeda pada kurikulum sebelumnya, dimana satuan pendidikan menentukan alokasi waktu perminggu, pada Kurikulum Merdeka satuan pendidikan dapat menentukan alokasi waktu pertahun. Jadi satuan pendidikan dapat menentukan alokasi waktu secara fleksibel sesuai dengan JP yang ditetapkan. Fleksibilitas lain juga dapat kita temukan pada pengaturan durasi jam, pendidik dapat mengatur durasi jam tergantung dengan kompleksitas konten materi.
Sebagai pendidik, kita wajib mendukung upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di negara kita. Melalui Kurikulum Merdeka kita diberikan kebebasan serta kemudahan seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulum serta menggali sesuai bakat dan potensi dari peserta didik kita. Pembelajaran pun berpusat pada materi-materi esensial sehingga baik itu pendidik dan peserta didiknya tidak merasa terbebani dalam menuntaskan capaian pembelajaran.
Akhir kata Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang fleksibel. Kurikulum tersebut mampu menyesuaikan situasi dan kondisi di era transisi pendidikan. Kurikulum Merdeka juga mampu menjawab keraguan karena tidak melulu berfokus pada konten atau materi yang harus selesai tapi pada peningkatan kompetensi dan potensi pada peserta didik kita. Kurikulum Merdeka juga mampu bertransformasi sesuai dengan karakteristik kondisi sosial dan budaya yang ada di satuan pendidikan.
Setuju pak, kehadiran kurikulum Merdeka merupakan penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Seperti materi hanya fokus ke hal yang esensial saja dan pembelajaran berbasis aktifitas literasi dan numerasi
Mantapppp semangat pak radennnn artikel nya sangat bagus sekali
Semoga harapan pendidikan lebih baik bisa terwujud. Semangat guru-guru hebat, kurikulum berubah seiring dengan perubahan kodrat alam dan kodrat zaman.
Teknologi yang berkembang cepat, menuntut seluruh bidang termasuk pendidikan bergerak
Menarik. Merdeka itu identik dengan kebahagiaan. Namun sejatinya untuk mencapai merdeka, jelas perlu yg namanya usaha. Usahanya “sudah barang tentu”(mengutip perkataan penulis.red) memerlukan perjuangan dan pengorbanan. Maka dari itu kita sebagai guru harus siap berjuang untuk membahagiakan siswanya, mendidik dengan pengalaman bermakna dan menghadirkan inspirasi di benak mereka.
SEMANGAT GURU MERDEKA BELAJAR
Mantap, teksnya sangat berbobot. Nulisnya pun tidak mungkin selesai 1 jam. Untuk urusan minta komentar gampang saja. Kalo minta duit itu yang susah
Artikel ini sangat bagus menjelaskan tentang konsep dan urgensi kurikulum merdeka yang fleksibel dan sesuai dengan situasi dan keadaan peserta didik dalam penerapannya.
Semoga kurikulum merdeka ini dapat di implementasikan diberbagai wilayah di setiap sekolah.