Urgensi Kurikulum Merdeka
Oleh : Rd. Achmad Surya Mi’raj Zain, S.Pd
SDN Murung Raya 1, Kalimantan Selatan
Mendengar kata merdeka, sudah barang tentu kita mempersepsikannya dengan kebebasan. Sebagai makhluk sosial manusia memiliki hak untuk merdeka tanpa terkungkung dalam belenggu penjajahan. Lalu bagaimana pelaksanaan konsep merdeka di dalam dunia Pendidikan. Menurut Ki Hadjar Dewantara Bapak Pendidikan Indonesia, mendidik dan mengajar merupakan proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekan manusia dari segala aspek kehidupan baik fisik, mental, jasmani, maupun rohani. Jadi, dapat dikatakan bahwa konsep merdeka belajar disini memberikan kebebasan kepada pendidik dalam memilih topik, metode, alat pembelajaran yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan zaman yang dilalui.
Merdeka belajar memiliki keterkaitan dengan landasan pendidikan humanisme, konstruktivisme dan progresivisme. Humanisme merupakan kemerdekaan atau bebas, pilihan personal dalam mengaktualisasikan diri mengembangkan potensi, berfungsi dan bermakna bagi lingkungannya. Konstruktivisme adalah kemerdekaan dalam mengeksplorasi dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan siswa, sedangkan progresivisme menekankan kemerdekaan guru untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi siswa.
Sebagai pendidik tentunya masih hangat bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran jarak jauh. Proses pembelajaran tersebut mempunyai efek negatif jangka panjang terutama pada penanaman pendidikan karakter serta kemampuan prasyarat awal baik itu dari segi literasi maupun numerasi.
Hasil Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa berusia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Skor PISA ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi dalam hal kualitas belajar. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dan learning loss pun tidak dapat dihindarkan.
Berkaca pada hasil tersebut pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Riset dan Teknologi mengeluarkan kebijakan yaitu penyederhanaan kurikulum dalam kondisi tak terduga (Kurikulum Darurat) dengan harapan dapat memitigasi dampak negatif dari masa pandemik yaitu learning loss. Dari hasil yang diperoleh 31,5% sekolah yang menggunakan kurikulum darurat menunjukkan bahwa penggunaan kurikulum darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73% (literasi) dan sebesar 86% (numerasi).
Kurikulum darurat merupakan bentuk sederhana dari kurikulum 2013. Penyederhanaan ini dapat dilihat dari tuntutan konten (materi) yang esensial saja, selain itu pula pola pembelajaran walaupun secara jarak jauh masih berfokus pada pengembangan aktivitas dan aspek numerasi dan numerasi.
Seiring berjalannya waktu serta berakhirnya pandemi Covid-19, kondisi pembelajaran pun kembali ke sistem sedia kala dengan pola tatap muka 100%, kurikulum pun tentunya mengalami penyesuaian sesuai dengan perkembangan dan keadaan. Menyikapi hal tersebut Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mengeluarkan kebijakan regulasi KEPMEN Nomor 262/M/2022 Pengganti dari KEPMEN Nomor 56/M/2022 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum dalam Rangka Pemulihan Pembelajaran. Pada Kepmen tersebut satuan pendidikan dapat memilih serta mengembangkan kurikulum berdasarkan kondisi yang terjadi di satuan pendidikan, potensi daerah, serta karakteristik peserta didik mereka. Salah satu kurikulum yang jadi optional adalah Kurikulum Merdeka.
Pada dasarnya Kurikulum Merdeka merupakan penyempurnaan dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. Seperti materi hanya fokus ke hal yang esensial saja dan pembelajaran berbasis aktifitas literasi dan numerasi, namun ada perbedaan terutama pada kerangka dasar dan kompetensi yang dituju. Pada aspek kerangka kurikulum darurat landasan utamanya Kurikulum 2013 adalah tujuan Sisdiknas dan Standart Nasional Pendidikan, sedangkan pada Kurikulum Merdeka hampir sama dengan Kurikulum Darurat namun ada penambahan yaitu pengembangan Profil Pelajar Pancasila. Hal yang sangat berubah terletak pada aspek kompetensi. Kompetensi pada Kurikulum Darurat berfokus pada KI dan KD Kurikulum 2013 yang disederhanakan sedangkan pada Kurikulum Merdeka kompetensi disusun berdasarkan pada capaian pembelajaran yang disusun berdasarkan tahapan atau fase yang di dalamnya berisi kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi satu kesatuan proses yang berkelanjutan sehingga membangun kompetensi yang holistik.
Kurikulum Merdeka memberikan kemerdekaan yang seluas-luasnya kepada peserta didik memilih materi pembelajaran. Melalui Kurikulum Merdeka, proses pembelajaran akan lebih maksimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan memperkuat kompetensinya.
Kurikulum Merdeka merupakan kebijakan merdeka belajar episode ke-15 dari 22 episode kebijakan yang sudah dikeluarkan. Kehadiran Kurikulum Merdeka memberikan secercah harapan bagi Pendidikan di Negeri Kita di Era Pasca Pandemik. Kurikulum ini lahir sebagai salah satu upaya perbaikan pembelajaran di satuan unit kerja. Struktur dari Kurikulum Merdeka pun lebih fleksibel sehingga pendidik dapat lebih leluasa mengajar sesuai kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Pendidik pun dapat menggunakan berbagai perangkat pembelajaran yang relevan sesuai dengan tahapan fase jenjangnya. Pembelajaran dalam struktur kurikulum dibagai menjadi 2 kegiatan pembelajaran utama yaitu pembelajaran regular atau biasa disebut dengan intrakulikuler serta Pembelajaran Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi acuan dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, dan Standar Penilaian, atau Struktur Kurikulum, Capaian Pembelajaran (CP).
Capaian pembelajaran dirumuskan ke dalam enam fase dengan jangka waktu sesuai tingkat kompetensi peserta didik. Biasanya untuk jenjang sekolah dasar setiap fase rentang waktunya selama 2 tahun. Lalu, apa itu fase dalam Kurikulum Merdeka? Istilah fase berbeda dengan kelas. Fase menunjukkan tingkat kompetensi setiap peserta didik terhadap suatu pembelajaran. Dalam satu kelas, kemungkinan fase capaian pembelajaran peserta didiknya berbeda-beda misalkan peserta didik A berada di kelas 4 yang termasuk fase B. Ternyata, tingkat kompetensi peserta didik tersebut berada di fase A. Maka, guru yang bersangkutan harus memberikan materi sesuai pemahaman peserta didik A, yaitu materi fase A. Secara umum pada jenjang sekolah dasar dari 6 Fase ada 3 Fase yaitu Fase A diperuntukkan kelas 1 dan 2, Fase B diperuntukkan tingkat 3 dan 4, serta Fase C diperuntukkan tingkat 5 dan 6.
Kurikulum Merdeka memiliki sumber kekuatan utama yang membedakan dengan kurikulum sebelumnya yaitu penekanan pada pemanfaatan asesmen awal. Asesmen awal adalah upaya yang dilakukan oleh pendidik untuk mendapatkan data atau informasi yang akurat dari peserta didik baik itu dari segi kompetensi, gaya belajar, serta kemampuan akademiknya. Hasil dari asesmen tersebut akan menjadi tolak ukur dalam perancangan proses pembelajaran. Hasil dari asesmen awal juga bisa menjadi bahan refleksi bagi pendidik untuk memperbaiki proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
Konsep pembelajaran di dalam Kurikulum Merdeka menggunakan pendekatan Teaching At The Right Level (TaRL). Proses pendekatan tersebut mengedepankan intervensi atau cara yang efektif yang diambil oleh pendidik dengan memberikan masukkan pembelajaran yang relevan dan sesuai dengan apa yang ditemui di kelas. Jadi dapat dikatakan TaRL merupakan konsep pendekatan pembelajaran yang berpusat kepada tingkatan capaian, gaya belajar, serta kemampuan kognitif peserta didik.
Peran pendidik di dalam Implementasi Kurikulum Merdeka dapat kita analogikan sebagai Koki Memasak. Bumbu-bumbu serta bahan baku diberikan oleh pemerintah berupa capaian pembelajaran yang akan dimasak jadi masakan yang lezat berupa alur tujuan pembelajaran supaya dapat dinikmati oleh peserta didik kita.
Alur Tujuan Pembelajaran (ATP) adalah kumpulan tujuan pembelajaran yang dirangkai secara sistematis dan logis di dalam fase secara utuh dan menurut urutan pembelajaran sejak awal hingga akhir suatu fase. Alur ini disusun secara linear sebagaimana urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari untuk mengukur Capaian Pembelajaran. Alur tujuan pembelajaran disusun melalui kolaborasi guru antar fase. Tahapan dalam menyusun alur tujuan pembelajaran diantaranya menganalisis capaian pembelajaran, menurunkan capaian pembelajaran menjadi tujuan pembelajaran dengan mengidentifikasi yang mana termasuk kompetensi dan konten, selanjutnya menyusun tujuan pembelajaran tersebut dari awal sampai akhir fase. Alur tujuan pembelajaran juga dijadikan referensi dalam merancang pembelajaran dalam modul ajar.
Asesmen di dalam Kurikulum Merdeka ada 2 yaitu asesmen formatif dan sumatif. Tidak mengenal lagi istilah penilaian harian, penilaian tengah semester, maupun penilaian akhir semester. Di dalam Kurikulum Merdeka menilai peserta didik dilakukan secara holistik.
Beberapa penyederhanaan juga terletak pada penyatuan mata pelajaran seperti IPA dan IPS dan diintegrasikan menjadi IPAS yang diajarkan pada Fase B dan Fase C. Selain itu, pada mata pelajaran Seni Budaya dibagi menjadi empat, yaitu seni teater, seni tari, seni rupa, maupun seni musik. Peserta didik dipersilahkan untuk memilih mata pelajaran seni yang mereka sukai.
Berbeda pada kurikulum sebelumnya, dimana satuan pendidikan menentukan alokasi waktu perminggu, pada Kurikulum Merdeka satuan pendidikan dapat menentukan alokasi waktu pertahun. Jadi satuan pendidikan dapat menentukan alokasi waktu secara fleksibel sesuai dengan JP yang ditetapkan. Fleksibilitas lain juga dapat kita temukan pada pengaturan durasi jam, pendidik dapat mengatur durasi jam tergantung dengan kompleksitas konten materi.
Sebagai pendidik, kita wajib mendukung upaya pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di negara kita. Melalui Kurikulum Merdeka kita diberikan kebebasan serta kemudahan seluas-luasnya untuk mengembangkan kurikulum serta menggali sesuai bakat dan potensi dari peserta didik kita. Pembelajaran pun berpusat pada materi-materi esensial sehingga baik itu pendidik dan peserta didiknya tidak merasa terbebani dalam menuntaskan capaian pembelajaran.
Akhir kata Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang fleksibel. Kurikulum tersebut mampu menyesuaikan situasi dan kondisi di era transisi pendidikan. Kurikulum Merdeka juga mampu menjawab keraguan karena tidak melulu berfokus pada konten atau materi yang harus selesai tapi pada peningkatan kompetensi dan potensi pada peserta didik kita. Kurikulum Merdeka juga mampu bertransformasi sesuai dengan karakteristik kondisi sosial dan budaya yang ada di satuan pendidikan.
Pemanfaatan Ragam Teks Tiktok dalam Implementasi Kurikulum Merdeka
Oleh: Surya Ningsi Buana Hati Samosir
SMA Negeri 1 Mendoyo, Bali
Prolog
Pemanfaatan ragam teks Tiktok terbukti mampu membangkitkan minat siswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Berdasarkan observasi dan wawancara yang dilakukan oleh penulis, responden/siswa berjumlah 35 orang di SMA Negeri 1 Mendoyo cenderung memberikan respons positif terhadap pemanfaatan ragam teks Tiktok. Guru dapat memperkaya pembelajaran dengan memanfaatkan ragam teks Tiktok agar siswa tertarik atau termotivasi untuk mengikuti proses kegiatan pembelajaran. Ragam teks tersebut dapat dijadikan salah satu alternatif stimulasi awal untuk membahas materi atau topik pembelajaran yang lebih kompleks.
Pembahasan
Kurikulum 2013 telah berganti menjadi Kurikulum Merdeka. Fokus utama Kurikulum Merdeka adalah untuk memenuhi kebutuhan siswa yang memiliki beragam karakteristik. Fleksibilitas dalam Kurikulum Merdeka menjadikan guru tidak terbebani oleh tuntutan intensitas pencapaian materi pelajaran yang ditargetkan oleh pemerintah. Guru menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan keadaan/kondisi siswa.
Guru dapat menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan keadaan/kondisi siswa dengan beberapa cara berikut:
1. Memperhatikan tingkat pemahaman siswa
Guru dapat menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan memperhatikan sejauh mana siswa memahami dasar materi yang akan diajarkan. Jika siswa sudah memahami dasar materi, maka guru dapat menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai, sedangkan jika siswa kesulitan memahami dasar materi, maka guru harus mengulang materi sebelumnya.
2. Membuat pengajaran interaktif
Guru dapat membuat pengajaran yang lebih interaktif dengan meminta siswa untuk berpartisipasi dalam diskusi, presentasi, dan latihan-latihan. Dengan cara ini, guru dapat mengetahui sejauh mana siswa memahami materi dan dapat menyesuaikan kecepatan mengajarnya dengan respons siswa.
3. Menggunakan variasi metode pengajaran
Guru dapat menggunakan berbagai metode pengajaran seperti ceramah, presentasi, diskusi kelompok, latihan-latihan, atau menyimak isi teks dalam Tiktok. Dengan menggunakan variasi metode pengajaran, guru dapat menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan cara yang lebih efektif dan memperhatikan kebutuhan siswa.
4. Membuat rencana pengajaran yang fleksibel
Guru dapat membuat rencana pengajaran yang fleksibel yang memungkinkan untuk menyesuaikan target atau kompetensi yang ingin dicapai dengan kondisi siswa. Dalam rencana pengajaran ini, guru dapat menyesuaikan materi yang diajarkan, metode pengajaran, dan evaluasi yang tepat sehingga siswa dapat memahami materi dengan lebih baik dan efektif.
Kurikulum Merdeka yang cenderung masih baru tersebut tentu menimbulkan tantangan bagi guru karena munculnya istilah-istilah baru, konsep baru, dan format baru. Kondisi yang paling sering muncul dalam pengamatan penulis adalah guru masih belum bisa move on atau bergerak keluar dari zona nyaman. Guru masih terpaku dengan materi ragam teks yang terdapat di dalam buku paket.
Implementasi Kurikulum Merdeka memfasilitasi siswa memperoleh ragam teks yang lebih luas dan dinamis agar pesan atau informasi dapat tersampaikan dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran berbasis teks menjadi hal yang sangat penting untuk diteliti. Bagaimanapun, ragam teks menjadi kunci pemahaman dalam proses pembelajaran Kurikulum Merdeka. Proses penyampaian informasi tentu selalu bersinggungan atau berkaitan dengan ragam teks. Namun, masih banyak guru yang belum bisa melakukan improvisasi dan modifikasi terhadap ragam teks yang terdapat di dalam buku paket.
Dalam Kurikulum Merdeka, sudah seharusnya guru memperkaya teks yang terdapat di dalam buku paket. Oleh karena itu, guru perlu kreatif untuk menjadikan ragam teks hasil kreasi guru sebagai media pembelajaran. Mengapa memilih ragam teks Tiktok? Ragam teks Tiktok diharapkan dapat menjadikan siswa merasa dekat dengan teks yang dibicarakan atau dituliskan. Kondisi faktual dan aktual akan tercipta sehingga menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih efektif.
Ragam teks Tiktok adalah salah satu bentuk media sosial yang sangat populer di kalangan generasi muda saat ini. Tiktok menawarkan cara yang kreatif dan menarik untuk berbagi pesan, termasuk pesan-pesan pendidikan. Teks Tiktok dapat berupa deskripsi atau pengisahan video pendek yang menyampaikan pesan dengan cara yang menyenangkan dan menarik, seperti beropini atau berargumen, kisah perjalanan, atau kisah bersama hewan-hewan peliharaan, ulasan produk atau makanan, dll. Melalui ragam teks Tiktok, siswa dapat belajar dengan cara yang lebih interaktif dan kreatif, sehingga dapat meningkatkan minat dan motivasi mereka dalam belajar.
Selain itu, penggunaan ragam teks Tiktok juga dapat membantu mengatasi masalah kurangnya minat baca di kalangan siswa. Dalam video Tiktok, siswa dapat melihat gambar dan video yang menarik, sehingga pesan yang disampaikan akan lebih mudah dipahami dan diingat. Selain itu, penggunaan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami juga dapat membantu meningkatkan kemampuan membaca dan pemahaman siswa.
Dengan memanfaatkan ragam teks Tiktok dalam proses pembelajaran, diharapkan dapat menciptakan kondisi faktual dan aktual yang lebih baik. Siswa dapat lebih mudah memahami dan mengaplikasikan materi yang diajarkan, karena mereka dapat melihat langsung contoh-contoh atau situasi yang dijelaskan dalam teks Tiktok.
Dalam rangka meningkatkan efektivitas proses pembelajaran, penting bagi guru untuk memilih teks Tiktok yang relevan, mendidik, dan sesuai dengan materi yang sedang diajarkan. Selain itu, guru juga perlu mengikuti perkembangan terbaru dalam ragam teks Tiktok agar dapat memanfaatkannya dengan maksimal dalam proses pembelajaran.
Kurikulum Merdeka memberikan guru kesempatan untuk lebih leluasa memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa. Proyek untuk menguatkan pencapaian Profil Pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Proyek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran. Hal tersebut didukung oleh hukum perundang-undangan yang didapatkan dari portal jdih.kemdikbud.go.id tentang Pedoman Penerapan Kurikulum Nomor 262/M/2022, menuliskan bahwa prinsip pembelajaran yang relevan dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya siswa Selanjutnya dijelaskan juga bahwa perencanaan serta pelaksanaan pembelajaran dan asesmen yang dilakukan oleh satuan pendidik dan pendidik diberi keleluasaan untuk memilih bahan teks dalam proses pembelajaran.
Alwi (2002) mendefinisikan teks sebagai wacana tertulis. Namun, teks dalam Kurikulum Merdeka bukan hanya sekadar naskah tertulis. Cakupan teks menjadi lebih luas. Hal tersebut tertulis dalam salinan Kepmendikbudristek No.56 tentang Pedoman Penerapan Kurikulum, yang menyatakan bahwa prinsip pembelajaran harus dirancang sesuai konteks, lingkungan, dan budaya siswa. Oleh karena itu, teks bisa saja dalam bentuk lisan dan gambar visual/audiovisual. Seperti yang dinyatakan oleh Mahsun (2013), teks adalah ungkapan pemikiran yang kontekstual atau situasional. Oleh karena itu, ragam teks berwujud video Tiktok sangat bisa dijadikan pemantik untuk mendorong rasa ingin tahu siswa.
Ramadhan (2020) mengungkapkan bahwa Tiktok memiliki daya tarik yang mampu memberikan motivasi belajar pada siswa dengan mempermudah pemahaman materi pembelajaran yang dijelaskan dengan baik dalam durasi singkat. Selanjutnya Bulele (2020) juga menuliskan bahwa Tiktok menjadi media sosial yang digemari oleh guru dan siswa karena mampu menghibur dan mengedukasi. Hasil penelitian tersebut mendeskripsikan Tiktok yang menampilkan wujud teks yang beragam. Teks bukan hanya bentuk tertulis saja.
Sejumlah penelitian terkait penggunaan media sosial sebagai bahan ajar telah dilakukan. Gunawan (2017) mengungkapkan bahwa media sosial dapat memperluas wawasan dan pengetahuan guru dan siswa. Nasution (2020) juga menuliskan bahwa media sosial yang sering digunakan oleh generasi Z seperti Facebook, Whatsapp, Twitter, dan Instagram dapat dijadikan sebagai media pembelajaran yang efektif apabila direncanakan dengan matang. Selanjutnya Bulele (2020) menuliskan dalam jurnalnya bahwa Tiktok dapat menghibur sekaligus mengedukasi. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Herdiati, dkk. (2021) yang menyebutkan bahwa Tiktok dapat menjadi media pembelajaran yang mendukung kebijakan sistem pembelajaran 4.0 yang berbasis teknologi.
Arif Barata (2022) seorang komika Indonesia sekaligus Tiktokers yang memiliki kemampuan merangkai kalimat dengan sangat apik sehingga menimbulkan kesan lucu di mata dan telinga pendengar/penonton, mengungkapkan bahwa ketika mata dihibur, audio atau telinga harus dihibur juga. Oleh karena itu, guru juga perlu kreatif dalam proses pembelajarannya dengan memanfaatkan audio/suara yang mendukung. Harus diperhatikan bahwa teks bukan hanya sekadar tulisan, tetapi juga suara/audio, gambar, dan video.
Oleh karena itu, penggunaan berbagai ragam teks dalam proses kegiatan pembelajaran berpotensi menumbuhkah minat atau motivasi belajar dan meningkatkan pemahaman siswa terkait materi atau topik yang dipelajari. Dengan memanfaatkan ragam teks Tiktok, siswa menjadi terlibat aktif dalam proses kegiatan pembelajaran. Selain itu, siswa menjadi kreatif dalam membuat konten-konten pembelajaran yang berkaitan dengan materi atau topik pembelajaran. Kondisi tersebut berdampak pada peningkatan keterampilan digital siswa.
Daftar Pustaka
Alwi, Hasan, et. Al. 2022. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdinkas dan Balai Pustaka.
Bulele,Y. N. 2020. Analisis Fenomena Sosial Media dan Kaum Milenial: Studi Kasus Tiktok. Conference on Business, Social Sciences and Innovation Technology, 1(1), 565-572
Gunawan, I. G. D. 2017. Pemanfaatan Media Sosial Sebagai Media Pendidikan Agama Hindu. Bawi Ayah: Jurnal Pendidikan Agama dan Budaya Hindu, 8(2), 16-27. https://doi.org/10.33363/ba.v8i2.293
Herdiati, D., dkk. 2021. Pemanfaatan Aplikasi Tiktok Sebagai Media Pembelajaran Musik di SMA Negeri 1 Muara Enim, Sumatera Selatan. Virtuoso: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Musik, 4(2), 111-119
Kemendikbud. 2022. Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kemendikbud. 2022. Salinan Kepmendikbudristek No.56 ttg Pedoman Penerapan Kurikulum. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. jdih.kemdikbud.go.id
Mahsun. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia Berbasis Teks. Kompas Edu. 27 Februari 2013. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2022
Nasution, S. K. P. 2020. Integrasi Media Sosial dalam Pembelajaran Generasi Z. Jurnal Teknologi Informasi dan Pendidikan,13(1), 80-86. https://doi.org/10.24036/tip.v13i1.277
Ramadhan, R. 2020. Aplikasi Tiktok sebagai Media Pembelajaran BahasaArab Baru di Zaman Digital. Multaqa Nasional Bahasa Arab, 3(1).